Hari Raya Tuhan Kita Yesus Kristus Raja Semesta Alam
Minggu, 24 November 2013
2Sam. 5:1-3; Mzm. 122:1-2,4-5; Kol. 1:12-20; Luk.
23:35-43
Saudara
terkasih, menjadi seorang raja tentulah sangat menyenangkan karena dipercaya
untuk memimpin sekelompok orang. Jabatan itu secara langsung menunjukkan bahwa
dia itu adalah orang “nomor satu” bila dibandingkan dengan orang lain yang ada
di bawahnya. Raja diangkat karena diyakini memiliki syarat-syarat tertentu yang
dapat membanggakan orang-orang yang dipimpinnya. Itulah kepiawaian, keberanian,
kemampuan, ketulusan, kebijaksanaan, dan juga punya strategi pemerintahan yang
baik; misalnya pandai mengatur serangan saat perang atau dapat mengalahkan
lawan politik dengan cara yang benar, dan atau bisa menjalin relasi yang baik
dengan raja-raja atau pemimpin lain. Semua syarat ini perlu dimiliki oleh seorang
raja untuk dapat melindungi dan mensejahterakan rakyat yang dipimpinnya. Semua
ini dimiliki oleh Daud yang diangkat menjadi raja atas seluruh Israel, seperti
yang kita dengarkan dalam bacaan pertama. Bahkan, diceritakan bahwa Tuhan
sendirilah yang mengurapi dan mengangkat Daud menjadi seorang raja melalui
tua-tua Israel yang hadir pada waktu itu. Israel punya raja baru, yaitu Daud.
Hari
ini kita merayakan Hari Raya Tuhan Kita Yesus Kristus Raja Semesta Alam. Ya,
Yesus Kristus disebut sebagai raja semesta alam. Kelihatannya, cara Yesus
menjadi raja semesta alam sangat berbeda dengan Daud yang menjadi raja atas
bangsa Israel. Daud dipilih oleh Tuhan dan diurapi dan dijadikan sebagai raja
karena memiliki syarat-syarat yang memang dibutuhkan sebagai seorang raja.
Tetapi Yesus? Ia justru menjadi raja ketika tergantung di kayu salib yang hina.
Rasanya Yesus tidak cocok untuk menjadi seorang raja, apalagi raja semesta
alam. Sebab ketika seseorang tergantung di kayu salib, ia dianggap sebagai penjahat
kelas atas karena melakukan pelanggaran yang sangat berat. Memang begitulah
pandangan orang-orang zaman itu. Kalau orang-orang Romawi menyalibkan
seseorang, berarti orang itu telah melakukan kesalahan yang tidak dapat
dimaafkan, karena itu hukumannya adalah ‘salib’. Lalu, bagaimana mungkin Yesus
menjadi raja dalam keadaan disalibkan? Kalau Ia adalah raja, Ia harus punya syarat-syarat
yang dapat membuat pengikut-Nya merasa aman dan diselamatkan. Kalau Ia adalah
raja, Ia harus punya kuasa, keberanian dan kemampuan untuk memenangkan
musuh-musuh-Nya. Bagaimana mungkin seorang yang tersalib dapat menjadi raja?
Saudara
terkasih, Yesus yang adalah raja semesta alam itu dinobatkan menjadi raja di
kayu salib. Raja ini justru mendapat ejekan dari berbagai pihak yang
menyaksikan-Nya tergantung di salib. Ejekan-ejekan itu mengarah ke jabatan-Nya
sebagai raja. “Orang lain Ia selamatkan, biarlah sekarang Ia menyelamatkan
diri-Nya sendiri, jika Ia adalah Mesias, orang yang dipilih Allah.” “Jika
Engkau adalah raja orang Yahudi, selamatkanlah diri-Mu.” Malahan, di atas
kepala-Nya tertulis, “Inilah raja orang Yahudi.” Tidak hanya itu, bahkan
seorang penjahat yang tergatung samping kiri Yesus pun mengejek-Nya, “Bukankah
Engkau adalah Kristus? selamatkanlah diri-Mu dan kami.” Itulah cara mereka
mengejek Yesus yang kita sebut sebagai raja semesta alam. Mereka meminta Yesus
untuk menyelamatkan diri-Nya sendiri dari salib yang diterima-Nya. Kalau
begitu, mereka ingin agar Yesus membuktikan bahwa diri-Nya adalah seorang raja
atas mereka, yaitu raja yang mengikuti keinginan mereka. Namun Yesus sama
sekali tidak mengikuti keinginan mereka itu.
Memang
Yesus adalah raja, tapi bukan seperti yang mereka kehendaki. Yesus adalah raja
bagi semua orang seperti yang diungkapkan oleh penjahat yang ikut disalibkan di
sebelah kanan Yesus. “Tidakkah engkau takut, juga tidak kepada Allah, sedang
engkau menerima hukuman yang sama? Kita memang selayaknya dihukum, sebab kita
menerima balasan yang setimpal dengan perbuatan kita, tetapi orang ini tidak
berbuat sesuatu yang salah.” Lalu ia melanjutkan, “Yesus, ingatlah akan aku,
apabila Engkau datang sebagai Raja.” Ya, Yesus menjadi raja atas orang-orang
seperti ini; yang mengakui kesalahannya dan mau menerima hukuman yang sesuai
dengan kesalahannya. Yesus adalah raja yang mengampuni dosa-dosa orang, menebus
kesalahan orang lain di hadapan Allah. Itulah raja yang sejati! Raja yang mau
mati bagi orang lain yang bersalah dan berdosa di hadapan Allah. Ia menjadi
raja atas orang-orang yang suka ‘mengejek’-Nya. Karena itulah rasul Paulus menegaskan
bahwa “Ia telah melepaskan kita dari kuasa kegelapan dan memindahkan kita ke
dalam Kerajaan Anak-Nya yang kekasih; di dalam Dia kita memiliki penebusan
kita, yaitu pengampunan dosa.” Rasul Paulus melanjutkan, “Oleh Dialah Ia
memperdamaikan segala sesuatu dengan diri-Nya, baik yang ada di bumi, maupun
yang ada di sorga.” Maka raja semesta alam yang sesungguhnya adalah Yesus
Kristus, karena Ia telah melepaskan kita dari kuasa kegelapan oleh kematian-Nya
di salib dan karena itu mendamaikan segala sesuatu, termasuk kita, dengan
diri-Nya sendiri. Kalau demikian, Yesus adalah raja semesta alam!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar