23 November 2013

“YESUS, INGATLAH AKAN AKU APABILA ENGKAU DATANG SEBAGAI RAJA”




Hari Raya Tuhan Kita Yesus Kristus Raja Semesta Alam
Minggu, 24 November 2013
2Sam. 5:1-3; Mzm. 122:1-2,4-5; Kol. 1:12-20; Luk. 23:35-43
 



Saudara terkasih, menjadi seorang raja tentulah sangat menyenangkan karena dipercaya untuk memimpin sekelompok orang. Jabatan itu secara langsung menunjukkan bahwa dia itu adalah orang “nomor satu” bila dibandingkan dengan orang lain yang ada di bawahnya. Raja diangkat karena diyakini memiliki syarat-syarat tertentu yang dapat membanggakan orang-orang yang dipimpinnya. Itulah kepiawaian, keberanian, kemampuan, ketulusan, kebijaksanaan, dan juga punya strategi pemerintahan yang baik; misalnya pandai mengatur serangan saat perang atau dapat mengalahkan lawan politik dengan cara yang benar, dan atau bisa menjalin relasi yang baik dengan raja-raja atau pemimpin lain. Semua syarat ini perlu dimiliki oleh seorang raja untuk dapat melindungi dan mensejahterakan rakyat yang dipimpinnya. Semua ini dimiliki oleh Daud yang diangkat menjadi raja atas seluruh Israel, seperti yang kita dengarkan dalam bacaan pertama. Bahkan, diceritakan bahwa Tuhan sendirilah yang mengurapi dan mengangkat Daud menjadi seorang raja melalui tua-tua Israel yang hadir pada waktu itu. Israel punya raja baru, yaitu Daud.

Hari ini kita merayakan Hari Raya Tuhan Kita Yesus Kristus Raja Semesta Alam. Ya, Yesus Kristus disebut sebagai raja semesta alam. Kelihatannya, cara Yesus menjadi raja semesta alam sangat berbeda dengan Daud yang menjadi raja atas bangsa Israel. Daud dipilih oleh Tuhan dan diurapi dan dijadikan sebagai raja karena memiliki syarat-syarat yang memang dibutuhkan sebagai seorang raja. Tetapi Yesus? Ia justru menjadi raja ketika tergantung di kayu salib yang hina. Rasanya Yesus tidak cocok untuk menjadi seorang raja, apalagi raja semesta alam. Sebab ketika seseorang tergantung di kayu salib, ia dianggap sebagai penjahat kelas atas karena melakukan pelanggaran yang sangat berat. Memang begitulah pandangan orang-orang zaman itu. Kalau orang-orang Romawi menyalibkan seseorang, berarti orang itu telah melakukan kesalahan yang tidak dapat dimaafkan, karena itu hukumannya adalah ‘salib’. Lalu, bagaimana mungkin Yesus menjadi raja dalam keadaan disalibkan? Kalau Ia adalah raja, Ia harus punya syarat-syarat yang dapat membuat pengikut-Nya merasa aman dan diselamatkan. Kalau Ia adalah raja, Ia harus punya kuasa, keberanian dan kemampuan untuk memenangkan musuh-musuh-Nya. Bagaimana mungkin seorang yang tersalib dapat menjadi raja?

Saudara terkasih, Yesus yang adalah raja semesta alam itu dinobatkan menjadi raja di kayu salib. Raja ini justru mendapat ejekan dari berbagai pihak yang menyaksikan-Nya tergantung di salib. Ejekan-ejekan itu mengarah ke jabatan-Nya sebagai raja. “Orang lain Ia selamatkan, biarlah sekarang Ia menyelamatkan diri-Nya sendiri, jika Ia adalah Mesias, orang yang dipilih Allah.” “Jika Engkau adalah raja orang Yahudi, selamatkanlah diri-Mu.” Malahan, di atas kepala-Nya tertulis, “Inilah raja orang Yahudi.” Tidak hanya itu, bahkan seorang penjahat yang tergatung samping kiri Yesus pun mengejek-Nya, “Bukankah Engkau adalah Kristus? selamatkanlah diri-Mu dan kami.” Itulah cara mereka mengejek Yesus yang kita sebut sebagai raja semesta alam. Mereka meminta Yesus untuk menyelamatkan diri-Nya sendiri dari salib yang diterima-Nya. Kalau begitu, mereka ingin agar Yesus membuktikan bahwa diri-Nya adalah seorang raja atas mereka, yaitu raja yang mengikuti keinginan mereka. Namun Yesus sama sekali tidak mengikuti keinginan mereka itu.

Memang Yesus adalah raja, tapi bukan seperti yang mereka kehendaki. Yesus adalah raja bagi semua orang seperti yang diungkapkan oleh penjahat yang ikut disalibkan di sebelah kanan Yesus. “Tidakkah engkau takut, juga tidak kepada Allah, sedang engkau menerima hukuman yang sama? Kita memang selayaknya dihukum, sebab kita menerima balasan yang setimpal dengan perbuatan kita, tetapi orang ini tidak berbuat sesuatu yang salah.” Lalu ia melanjutkan, “Yesus, ingatlah akan aku, apabila Engkau datang sebagai Raja.” Ya, Yesus menjadi raja atas orang-orang seperti ini; yang mengakui kesalahannya dan mau menerima hukuman yang sesuai dengan kesalahannya. Yesus adalah raja yang mengampuni dosa-dosa orang, menebus kesalahan orang lain di hadapan Allah. Itulah raja yang sejati! Raja yang mau mati bagi orang lain yang bersalah dan berdosa di hadapan Allah. Ia menjadi raja atas orang-orang yang suka ‘mengejek’-Nya. Karena itulah rasul Paulus menegaskan bahwa “Ia telah melepaskan kita dari kuasa kegelapan dan memindahkan kita ke dalam Kerajaan Anak-Nya yang kekasih; di dalam Dia kita memiliki penebusan kita, yaitu pengampunan dosa.” Rasul Paulus melanjutkan, “Oleh Dialah Ia memperdamaikan segala sesuatu dengan diri-Nya, baik yang ada di bumi, maupun yang ada di sorga.” Maka raja semesta alam yang sesungguhnya adalah Yesus Kristus, karena Ia telah melepaskan kita dari kuasa kegelapan oleh kematian-Nya di salib dan karena itu mendamaikan segala sesuatu, termasuk kita, dengan diri-Nya sendiri. Kalau demikian, Yesus adalah raja semesta alam!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar