11 Oktober 2011

Yehezkiel: Kebangkitan Izrael di Masa Pembuangan (Yeh. 37:1-14)


PENDAHULUAN

1.       Latar Belakang
Pada mata kuliah Kitab Nabi-Nabi yang diajarkan di Sekolah Tinggi Filsafat-Seminari Pineleng, kami sebagai mahasiswa semseter IV diberi tugas untuk mendalami salah satu perikop yang ada pada Kitab Nabi-Nabi dalam Perjanjian Lama itu. Secara khusus, perikop yang menjadi bahan telaah dan kajian kami adalah Yeh. 37:1-14. Oleh karena itu pemenuhan nilai tugas mata kuliah inilah yang kiranya menjadi salah satu faktor yang melatarbelakangi pembuatan makalah ini.
Selain itu dari segi isinya, perikop Yeh. 37:1-14 yang mengisahkan penglihatan Nabi Yehezkiel tentang lembah yang dipenuhi tulang-belulang begitu menyiratkan beragam makna bagi masa depan bangsa Israel yang sedang ditindas bangsa Babilonia. Hal inilah yang membuat kami tertarik untuk mencari, menelaah dan menjelaskan arti sebenarnya dari penglihatan tersebut sekaligus kami hendak menggali dan menemukan makna teologis yang hendak disampaikan lewat perikop ini.

2.       Rumusan Masalah
Bertolak dari latar belakang di atas, kami hendak membahas beberapa masalah menyangkut perikop Yeh. 37:1-14 itu sendiri. Persoalan utama yang akan kami lihat adalah bagaimana menjelaskan perikop Yeh. 37:1-14 dalam hubungannya dengan penafsiran dengan metode naratif. Persoalan utama ini akan diikuti dengan beberapa persoalan lain yang juga mendukungnya, misalnya: apa pesan teologis dari perikop itu dan apa pula makna yang terkandung di dalam perikop itu bagi kehidupan di masa kini?

3.       Metode
3.1     Metode Penelitian
Untuk menemukan informasi-informasi tentang perikop ini, metode penelitian yang digunakan oleh kelompok ialah studi kepustakaan. Metode ini dimaksudkan bahwa semua data baik berupa fakta maupun pendapat yang terangkum dalam makalah ini kami peroleh dari data-data kepustakaan. Hal ini lebih dikuatkan lagi dengan membaca buku-buku ilmiah yang memberi komentar secara sepintas dan menyeluruh menyangkut perikop itu.


3.2     Metode panafsiran
Dalam rangka menjelaskan perikop Yeh. 37:1-14 ini kami menggunakan pendekatan sinkronik yakni dengan metode Kritik Sastra. Dalam Kritik Sastra ini, kami kelompok mencoba menelusuri setiap permasalahan yang berhubungan dengan kepengarangan, latar belakang, tujuan, struktur, konteks, dan gaya bahasa dari Kitab Yehezkiel.

3.3     Metode penulisan
Makalah ini juga disusun dengan menggunakan metode penulisan analisis-deskriptif. Hal ini dimaksudkan agar memberikan gambaran-gambaran yang jelas disertai rangkuman analisis dari yang memudahkan pembaca memahaminya.

4.       Sistematika
Dalam kaitan dengan metode yang terungkap di atas, sebagai sistematikanya, kami membagi makalah ini dengan menempatkan pendahuluan pada bagian awalnya dan kemudian menjelaskannya dalam tiga bab. Pendahuluan berisikan tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, metode, sistematika ini sendiri dan tujuan serta manfaatnya. Pembagian ini tentu saja dibuat dengan memperhatikan secara saksama hubungan yang selaras serta jalinan antar bagian. Pembagian babnya adalah sebagai berikut:
Bab I       : Bagian ini berisi tentang gambaran umum Kitab Yehezkiel yakni menyangkut identitas penulis kitab, tujuan penulisan kitab, latar belakang penulis dan teologi serta isi dari Kitab Yehezkiel yang mempunyai kaitan erat dengan sejarah bangsa Israel semasa di tanah pembuangan di Babel.
Bab II      : Pada bagian ini, kami akan membahas mengenai perikop yang menjadi bahan diskusi kami. Dalam hal ini, analisis terhadap perikop Yeh. 37:1-14 akan kami  kaji di sini dengan menggunakan metode kritik naratif seperti yang sudah dijelaskan di atas. Ini merupakan usaha kami untuk menjawab masalah yang kami kemukakan di atas. Dengan ini, kami ingin menunjukkan konteks kitab (termasuk konteks jauh dan konteks dekat) dari perikop Yeh. 37:1-14. Kemudian kami akan melangkah lebih jauh dengan menjelaskan strukutur, komposisi dan gaya bahasa dari perikop itu sendiri.
Bab III     : Dari seluruh hasil analisa yang dibuat pada bab sebelumnya, akhirnya pada bab ini kami mencoba merumuskan pesan teologis yang terkandung dalam perikop Yeh. 37:1-14. Pesan teologis ini dapat berupa pesan secara biblika (teologi dari kitab Yehezkiel sendiri), teologi dari perikop itu serta teologi yang berkaitan dengan Perjanjian Baru dan makna serta relevansinya bagi kehidupan masa sekarang ini.

5.       Tujuan dan Manfaat
Adapun tujuan yang hendak kami capai melalui makalah ini adalah sebagai berikut:
a.       Untuk memperkaya khasanah pengetahuan dan pemahaman kami mengenai kitab Yehezkiel dan perikop yang kami bahas.
b.       Untuk mencari dan menemukan pesan dan makna teologis yang terdapat dalam Yeh. 37:1-14.
c.       Sebagai latihan bagi penulis untuk terampil dalam pembuatan makalah
Sedangkan manfaat dari karya ilmiah ini antara lain:
d.       Membantu pembaca untuk lebih mengerti dan memahami dengan mudah kitab Yehezkiel secara umum dan perikop Yeh. 37:1-14 secara khusus.
e.       Memudahkan orang dalam pewartaan sabda mengenai kitab Yehezkiel.
f.        Sebagai sarana untuk memenuhi nilai tugas akademik pada mata kuliah Tafsir Nabi-Nabi di Sekolah Tinggi Filsafat- Seminari Pineleng.
Dari tujuan dan manfaat yang disampaikan di atas itu, dapat kami simpulkan bahwa bekal untuk kami di kemudian hari adalah dengan mempelajari perikop Yeh. 37:1-14, itu menjadi sebuah langkah awal bagi kami untuk membangun sikap kritis dalam membaca setiap teks atau perikop. Selsebihnya, dapat pula menjadi pelajaran bagi kami dalam membangun relasi dengan Allah sebagai Tuhan kita.


BAB I
GAMBARAN UMUM KITAB YEHEZKIEL

1.       Siapa Yehezkiel itu?
Kitab Yehezkiel adalah sebuah kitab yang dituliskan dengan menggunakan nama dari seorang nabi besar dalam sejarah bangsa Israel yakni Nabi Yehezkiel (dalam bahasa Ibrani יחזקאל). Dalam Al-Qur’an, nabi Yehezkiel dikenal dengan nama nabi Zulkifli.[1] Nama Yehezkiel berarti “Allah menguatkan” atau “Semoga Allah menguatkan; yakni anak ini”.[2]
Kitab Suci Perjanjian Lama menyebutkan bahwa nabi Yehezkiel seorang di antara orang Yahudi yang bersama-sama dengan raja Yoyakin dibuang ke Babel oleh Nebukadnezar di 597 SM.  Yehezkiel berasal dari keluarga imam, tepatnya anak Imam Busi (Yeh. 1:3) dan tinggal di Yerusalem sepanjang 25 tahun pertama hidupnya.  Dia sedang dalam pendidikan  untuk menjadi imam di Bait Suci ketika dibawa ke Babel pada tahun 597 SM. Di Babel Yehezkiel tinggal bersama-sama orang-orang buangan lainnya di Tel-Abib, dekat sungai Kebar (mungkin semacam terusan yang digali untuk keperluan pengairan). Ia melayani orang-orang Yahudi yang tinggal dan menetap di sana.[3] Sekitar lima tahun kemudian, pada umur 30 tahun (Yeh. 1:2-3), Yehezkiel menerima panggilan sebagai nabi dan penugasan ilahinya lewat suatu penampakan ajaib (Yeh.1-3), setelah itu ia melayani dengan setia selama sekurang-kurangnya 22 tahun (Yeh. 29:17). Disebutkan bahwa ia memiliki rumah sendiri (lihat 3:24; 8:1) dan telah menikah menikah meski akhirnya istrinya meninggal dunia (Yeh. 24:15-18).[4]
“Life among the Jewish exiles was not a physically difficult existence, certainly not like living in a concentration camp. The exiles enjoyed considerable freedom and even raveled within Babylonia (cf. 33:21; Jer. 29). They were able to own their own homes, to pursue their own businesses and personal interests, and to organize their own communities. Babylon was infamous for its luxurious wealth and its excessive idolatry.”( Dr. Thomas L. Constable)[5]
Menurut Dr. Thomas L. Constable, Yehezkiel hidup di antara orang buangan Yahudi yang keberadaannya tidak sulit secara fisik, karena orang buangan menikmati kebebasan yang cukup besar dalam kehidupan di Babilonia (lih. 33:21; Yer 29.). Mereka mampu memiliki rumah sendiri, untuk mengejar bisnis mereka dan kepentingan pribadi, serta dapat mengorganisasikan kehidupab masyarakatnya. Hal ini didukung juga dengan keadaan Babel yang terkenal karena hasil kekayaan yang mewah dan penyembahan berhala yang berlebihan.
                                                                   
2.       Penulis Kitab Yehezkiel
Terkait penulis kitab ini, dalam tradisi Yahudi sebenarnya terdapat beragam kesaksian sehingga menimbulkan argumen yang berbeda-beda. Ada sumber yang mengatakan bahwa kitab ini ditulis oleh nabi Yehezkiel sendiri, tetapi ada pula yang mengatakan penulisnya adalah orang lain. Dalam Baba Bathra 15a misalnya disebutkan “Men Majelis Agung menulis 5 Yehezkiel dan 12 nabi kecil lainnya”. Sedangkan berdasarkan kesaksian Flavius Yesofus yang hidup pada abad I,  Yehezkiel-lah yang menulis dua kitab yaitu yang berkaitan dengan kejatuhan Yerusalem dan pembuangan ke Babilonia.[6] Akan tetapi, kedua sumber (Baba Bathra dan Flavius Yesefus) ini banyak menimbulkan pertentangan ataupun perdebatan karena singgungan mereka sangatlah singkat dan tidak begitu jelas.
Meskipun demikian, para ahli Perjanjian Lama akhirnya sepakat bahwa kitab Yehezkiel merupakan kitab yang ditulis oleh nabi Yehezkiel sendiri. Alasan paling fundamental dipilihnya opsi ini adalah didapati hampir dalam setiap pasal selalu dimulai dengan frasa “firman-Nya kepadaku” dan "Datanglah firman Tuhan kepada-Ku" (Yeh. 2:1,2; 3:1,4,16,22; 4: 13; 5:7 dll). Frasa yang menggunakan kata ganti orang pertama tunggal inilah yang menjadi indikasi bahwa Yehezkiel sendiri yang menulis setiap hal dan kejadian yang dialaminya secara langsung.[7]
Alasan lainnya yang umum diterima dan sering dipakai oleh para teolog untuk mendukung argumen ini antara lain: (1) buku ini bersifat autobiografikal menggunakan kata ganti orang ke-1 tunggal;[8] (2) kesamaan kosa kata dan gaya penulisan di seluruh kitab; (3) kesamaan tema teologis di seluruh kitab; (4) struktur yang relatif sistematis.[9]
Di lain pihak, ada pun beberapa teolog beraliran liberal yang berusaha untuk mempersoalkan kedua pandangan di atas dengan membuat beberapa argumen yang cukup masuk akal.[10] Persoalan itu timbul berdasarkan perbedaan dalam pemberitaan nabi Yehezkiel yakni tentang penghukuman dan penghiburan yang tercatat dalam kitab ini. Bagi mereka tidak mungkin penulis yang sama menuliskan dua hal yang nampaknya sangat berbeda dan bertolak belakang satu sama lain. Namun, pendapat ini dapat ditepis dengan mudah dengan melihat pada kenyataan dalam setiap kitab nabi yang ada dalam Perjanjian Lama. Hampir seluruh kitab nabi dituliskan dengan nada yang sama, yakni dimulai dengan penghukuman sekaligus penghiburan dan peringatan serta harapan yang muncul kemudian. Hal ini serupa dengan tindakan Allah dalam mengutus para nabi bagi umat-Nya yang tidak hanya menghukum umat-Nya yang jahat tetapi juga memberikan pengampunan dan belas kasihan (Kel. 34:6-7).

3.       Tujuan Penulisan
Tujuan dari penulisan Kitab Yehezkiel dapat dijabarkan dalam beberapa poin sebagai berikut:
a.       Untuk memperingatkan orang Israel yang tegar dan keras kepala akan hukuman yang akan datang (Yeh. 2:3-8), untuk menegaskan pertanggungjawaban setiap generasi atas dosa mereka (Yeh. 18:20), dan untuk menghimbau kepada orang-orang yang bersedia untuk memperhatikan nasehat untuk “bertobat dan memperoleh hidup” (Yeh. 18:21-23; Yeh.32).
b.       Kitab ini pun hendak memperingatkan bangsa-bangsa di luar Israel yang ikut ambil bagian atau ikut bergembira akan “waktu kesusahan Yakub” (Yeh. 25-32) agar menyadari bahwa Allah juga akan mengunjungi mereka dalam murka dan pembalasan atas kelakuan buruk mereka (misalnya Yeh. 25:1-11). Dalam fase pelayanan Yehezkiel ini tersirat suatu peringatan kepada Israel bahwa Yahwe memang benar dan adil dalam pemerintahan-Nya yang berdaulat atas bangsa-bangsa.
c.       Lewat pasal 33-48 Yehezkiel hendak menanamkan pengharapan di antara sisa-sisa umat Ibrani yang tertawan dengan cara membesarkan hati mereka dengan janji akan bahwa Allah akan membangkitkan kembali bagsa Israel, asalkan bansa Israel mau bertobat dan kembali kepada Allah. Jika Israel taat kepada Allah, maka Allah akan menetapkan kesetiaan dalam negeri, menempatkan bait-Nya kembali di tengah-tengah mereka, dan memberkati Israel melalui “Daud hamba-Nya” (Yeh. 37:15-28).  Allah tidak kekurangan kuasa untuk mengalahkan bangsa-bangsa lain tetapi Ia tidak mau melakukan hal itu sekarang. Ia melakukan itu justru sesudah semua kehancuran terjadi supaya bangsa Yehuda menghormati kekudusan Allah. Untuk mengajarkan anugerah dan kesetiaan-Nya, Allah memberikan pemulihan kepada bangsa Yehuda. Jadi, kitab ini memberikan gambaran yang indah tentang kekudusan, kedaulatan dan kesetiaan Allah.

Di samping itu, hal senada juga diungkapkan oleh Dr. Thomas L. Constable.[11] Ia  menuliskan bahwa tujuan dari penulisan kitab Yehezkiel adalah sebagai berikut: "Ezekiel ministered to all twelve tribes and his urpose was twofold: (1) to remind them of the sins which had brought judgment and exile upon them; (2) to encourage and strengthen their faith by prophecies of future restoration and glory."[12]. Itu berarti, tujuan dari penulisan kitab itu adalah (1) mengingatkan mereka (bangsa Israel) tentang dosa-dosa yang telah membawa penghakiman dan pengasingan atas mereka; dan (2) untuk mendorong dan menguatkan iman mereka dengan ramalan masa depan restorasi dan kemuliaan ".
Dari dua pemahaman di atas mengenai tujuan penulisan kitab Yehezkiel, kita memperoleh informasi bahwa kitab Yehezkiel dituliskan untuk bangsa Israel sendiri yang berdiam di Babel, tanah pembuangan itu.  Umumnya ditegaskan bahwa Yehezkiel menuliskan kitabnya dengan pertama-tama meletakkan peristiwa-peristiwa yang berbau peringatan-peringatan sekaligus pembuangan bangsa Israel, dan kemudian kitab itu ditutup dengan peristiwa-peristiwa yang berhubungan dengan pembangunan bangsa Israel sendiri. Termasuk di dalamnya adalah perikop Yeh. 37:1-14, tentang kebangkitan Israel yang ditunjukkan dengan dihidupkan kembali tulang-tulang yang sudah mati dan tak bernyawa atau bertubuh lagi.
4.       Teologi Kitab Yehezkiel: Kesucian, Keagungan Tuhan, dan Pertobatan
Berdasarkan tujuan penulisan kitab Yehezkiel itu, kita dapat menarik teologi dari kitab itu. Secara garis besar kitab Yehezkiel mengandung tema kesucian, keagungan Tuhan dan pertobatan umat Israel. Yehezkiel melihat bahwa mula-mula Allah mengasihi, memilih dan merawat umat-Nya yang menjadi istri-Nya. Tetapi umat hanya melacurkan dirinya saja (Yeh. 16). Keberdosaan umat menurut Yehezkiel telah sampai pada titik tertinggi yaitu keberdosaan dalam ibadah. Ia melihat keberdosaan umat ini berlawanan dengan kekuasaan Allah. Allah adalah Allah yang melampaui segala sesuatunya. Allah tidak terikat atau pun terkurung oleh apa pun. Maka Allah tidak hanya hadir dalam bait suci-Nya di Yerusalem, tetapi Ia juga hadir pada pembuangan di Babel. Yehezkiel melihat kemuliaan Allah, ialah kemuliaan Allah yang menyatakan diri berkuasa, meninggalkan bait Allah yang disemarkan dan hadir di Babel (Yeh. 10:1-20, 11:22-25).[13]

5.       Struktur Kitab Yehezkiel
Ada begitu banyak ahli yang dengan teorinya masing-masing berusaha membagi Kitab Yehezkiel sedemikian rupa guna memperoleh pemahaman yang mudah tentang isinya. Dalam bagian ini kami kelompok, secara khusus menggunakan pembagian Kitab Yehezkiel versi St. Darmawijaya, Pr. Menurut Darmawijaya kitab ini pada umumnya dibagi dalam lima bagian yang saling berhubungan satu dengan yang lain. Bagian pertama dari kitab Yehezkiel berisikan tentang Pendahuluan (Yeh. 1:1-3:27); bagian kedua berisikan tentang Nubuat Penghakiman (Yeh. 4:1-24:27); bagian ketiga berisikan tentang Nubuat Melawan Bangsa-Bagsa (Yeh. 25:1-32:32); bagian keempat berisikan tentang Nubuat Pembuangan atau Nubuat Restorasi (33:1-39:29); sedangkan bagian kelima berisikan tentang Persekutuan Baru (40:1-48:35).  Untuk lebih jelasnya kelima bagian tersebut dirinci sebagai berikut:[14]
I.                    Pendahuluan
1:1-3:27            panggilan nabi, sekaligus tugas sebagai penjaga.
II.                  Nubuat penghakiman (Yeh. 4-24)
4:1-5:17            tindakan kenabian mengisyaratkan hukuman atas Yehuda dan Yerusalem karena dosa mereka.
6:1-7:27            Nubuat akan hari Yahwe yang akan menjadi kehancuran bagi Israel.
8:1-11:25           penglihatan tentang malaikat yang meneliti Yerusalem karena dosa mereka terutama karena penyembahan berhala. Hal ini tidak berkenan kepada Yahwe dan Yahwe tidak mau hadir di kenisah lagi.
12:1-14:23         rangkaian nubuat dan tindakan kenabian yang melukiskan kesalahan raja Zedekia, para nabi, para imam dan seluruh umat.
15:1-17:24         seri tiga perumpamaan pohon anggur yang tak berguna, anak yatim piatu dan istri yang tidak setia dan dua rajawali yang menunjukkan kurangnya kesetiaan Yehuda.
18:1-20:44         tiga renungan tentang kesalahan Israel Israel berdasarkan tiga pepatah popular. Yeh 18 tentang tanggung jawab pribadi; Yeh 19 ratapan tantang akhir kerajaan; Yeh 20 kegagalan eksodus.
21:1-24:14         nubuat mengenai kedatangan serbuan Babel dan ketarangan menagapa kota jatuh kerena kesalahannya.
24:15-27            akhir kumpulan pertama, kematian isteri nabi menjadi satu sebab renungan tentang kehancuran kota.
III.                Nubuat melawan bangsa-bangsa (Yeh. 25-32)
25:1-17             nubuat melawan Amon, Moab, Edom, dan Filistin.
26:1-28:26         nubuat melawan Tirus dan Sidon.
29:1-32:32         nubuat melawan Mesir.


IV.                Nubuat pembangunan/restorasi (Yeh. 33-39)
33:1-33             pengantar kedua, menegaskan peranan nabi sebagai penjaga bangsa, agar karya Allah menyelamatkan.
34:1-31             kontras antara gembala lama dengan gembala baru seperti dikehendaki Yahwe.
35:1-36:38         penyembuhan tanah, dan perjanjian baru.
37:1-28             penglihatan tentang pembangunan Israel, tulang-tulang dibangkitkan dan kerajaan dipersatukan
38:1-39:29         serbuan Gog dan Magog, perlawanan menentukan untuk mempertahankan tanah.

V.                  Persekutuan baru (Yeh. 40-48)
40:1-43:12         penglihatan akan kehadiran kembali Yahwe di kenisah dan pembaharuan kenisah dalam bentuk semula.
43:13-46:24       pengaturan kembali ibadat dan kurban, peraturan tentang para imam dan levit serta kenisah baru.
47:1-12             penglihatan mengenai air yang mengalir dari sisi kenisah sebagai tanda kesuburan dan kehidupan.
47:13-48:35       tanah dibagikan menurut suku-suku. Kenisah menjadi pusat kehidupan dan kehadiran Tuhan di tengah bangsa. [15]
            Dari pembagian isi kitab ini bisa langsung diketahui bahwa pokok bacaan yang menjadi pembahasan kami yakni Yeh. 37:1-14 tentang vision kebangkitan Israel oleh nabi Yehezkiel terletak pada bagian keempat, nubuat pembangunan (restorasi).


BAB II
KEBANGKITAN ISRAEL (YEH. 37:1-14)

1.       Konteks Perikop Yeh. 37:1-14
Konteks perikop dimaksudkan dengan hubungan atau jalinan yang terdapat dalam sebuah kitab, ataupun dalam satu perikop. Membuat konteks perikop berarti menelusuri semua bentuk kesamaan yang terdapat dalam suatu kitab atau perikop. Dalam hal ini, hubungan itu bisa dilihat dari kesamaan kata, atau kalimat maupun pengulangan-pengulangan apa saja yang ditemukan dalam suatu kitab, atau perikop.
Dengan demikian, konteks dianggap sangat perlu untuk membantu kita dalam menemukan maksud dan tujuan suatu perikop ditulis dengan melihat perikop yang ada sebelum dan sesudah perikop yang kita bahas. Ini juga bisa membantu kita mengetahui alur pemikiran dari sang pengarang kitab dengan melihat kesinambungan yang terdapat dalam setiap perikop yang ada dalam kitab itu.

1.1           Konteks Jauh: Nubuat Pembangunan dan Restorasi (Yeh. 33:1-39:29)
Berdasarkan struktur pembagian kitab Yehezkiel yang sudah dibahas pada bab sebelumnya (menurut St. Darmawijaya, Pr), perikop ini termasuk pada bagian nubuatan pembangunan yang dilaksanakan oleh Yehezkiel sendiri yang didasarkan pada perintah Allah. Itu berarti, perikop ini menempati bagian ke IV dari penulisan kitab Yehezkiel yang mencakup Yeh. 33-39. Intinya, kitab Yehezkiel dimulai dengan cerita-cerita yang berhubungan dengan penghakiman Allah atas bangsa Israel yang tidak mau mendengar kata-kata-Nya sehingga Ia harus menghukum mereka (bangsa Israel) dengan menyerahkannya kepada bangsa asing. Dalam penyerahan itu, bangsa Israel ditawan dan diantar ke Babilonia dan ditawan di sana sebagai hukuman dari Allah kepada mereka. Akan tetapi, Allah tidak hanya tinggal diam menyaksikan bangsa Israel dijajah begitu saja, sehingga Ia harus mengembalikan martabat bangsa Israel sendiri dengan membuat restorasi atau pembangunan kembali aspek-aspek kehidupan yang dianggap penting. Misalnya; aspek spiritual dan aspek yang fisik, menyangkut bangunan-bangunan.
Kesemuanya itu menjadi bagian dari penulisan kitab Yehezkiel sehingga kita dengan mudah dapat menentukan di mana letak perikop Yeh. 37:1-14 dan apa peran serta fungsinya bagi penulisan kitab itu. Perannya adalah memberikan penerangan bagi tema-tema pembahasan yang sudah dibahas terlebih dahulu. Dengan kata lain, perikop ini melengkapi apa yang sudah dituliskan oleh Yehezkiel sebelumnya. Dalam artian bahwa, perikop “Kebangkitan Israel” juga menjadi bagian pelengkap dari perikop-perikop yang sudah berbicara tentang hukuman Allah kepada bangsa Israel. Oleh karena Allah menyerahkan bangsa Israel kepada bangsa asing, maka dengan belas kasihan pula Allah melepaskan bangsa Israel dari tawanan bangsa asing itu sebagai bentuk penegasan bahwa bangsa Israel adalah umat pilihan-Nya. Perikop “Kebangkitan Israel” menjadi bagian kecil yang membahas tentang kebaikan Allah terhadap bangsa Israel. Karena itu, dapat disimpulkan bahwa ketika Allah menyerahkan bangsaNya kepada orang asing, Allah juga yang memperjuangkan agar umat Israel terbebas dari tawanan itu dan kembali kepada Allah atau berdamai lagi dengan Allah. Dengan demikian, perikop ini juga merupakan satu kesatuan dari kitab Yehezkiel, yang tidak dapat dilepaskan begitu saja.

1.2           Konteks Dekat[16]: Pembaharuan Israel (Yeh. 36:1-18) - Kerajaan Israel dan Yehuda dipersatukan kembali (Yeh. 37:15-28)
Di samping itu, perikop ini dihimpit oleh dua perikop yang berbeda pula, yakni “Pembaharuan Israel” (Yeh. 36:1-38) dan “Kerajaan Israel dan Yehuda Dipersatukan Kembali” (Yeh. 37:15-28). Secara singkat, kita dapat mengatakan bahwa penulis kitab ini melihat “Pembaharuan Israel” sebagai langkah awal untuk mempersatukannya dengan Kerajaan Yehuda dengan melalui perikop “Kebangkitan Israel”. Hal ini terjadi  jika dilihat dengan mengambil perikop Kebangkitan Israel sebagai titik tolaknya. Untuk melihat konteks dekat dari perikop ini, mari kita lihat pemjelasan yang diberikan oleh Dr. Thomas L. Constable sebagai berikut:[17]

1.2.1          Perikop yang mendahului: “Kembalinya sisa-sisa Israel (Yeh. 36:33-38)”
36:33-34
“Future cleansing from sin and restoration of the Jews to the land and restoration of the land to fruitfulness would all occur at the same time. This shows that the Jews' present occupation of the Promised Land does not fulfill these promises; they have not yet experienced God's cleansing for their sins, which comes with regeneration (cf. Rom. 11:26-27).”
Di sini, Constable ingin menegaskan bahwa bangsa Israel adalah bangsa yang tidak taat kepada Allah. Mereka melakukan dosa turun temurun di tanah pembuangan. Karena itu, mereka tidak menepati janji sebagai umat pilihan Allah. Dengan begitu, sebuah restorasi menjadi mungkin di sini bahwa Allah ingin agar bangsa Israel dipulihkan dan memperoleh pembersihan dosa serta menerima pemulihan kembali. (lih. Rom. 11:26-27).

36:35-36
“People would marvel at the lushness of the formerly desolate land and at the strength of the formerly ruined cities of Israel (cf. Isa. 11:6-9; 51:3; Joel 3:18; Amos 9:13-15; Rom. 8:19-22; 2 Pet. 3:13; Rev. 21:1-4, 23-27). The other nations of the world would recognize that Israel's God was responsible for this transformation.”
            Constable menjelaskan bagian ini dengan mengatakan bahwa Allah orang Israel memang Allah yang menepati janji-Nya. Orang-orang akan mengagumi perbuatan Allah yang membuat tanah yang sebelumnya tandus akan menjadi pulih sehingga bisa digunakan lagi. Dan di kota-kota yang sebelumnya hancur akan didiami kembali (lih. Yes 11:6-9;. 51:3; Yoel 3:18; Amos 9:13-15; Rom. 8:19-22; 2 Petrus. 3:13; Wahyu 21:1-4, 23-27). Bangsa-bangsa lain di dunia akan mengakui bahwa Tuhan Israel adalah Allah yang bertanggung jawab dalam melakukan perubahan.

36:37-38
The Lord also promised to respond to the prayers of the Israelites to increase their population. "For the first time in the book he permits himself to be entreated by the house of Israel."
Bagian terakhir dari perikop ini ditegaskan bahwa Tuhan juga berjanji untuk menjawab doa bangsa Israel untuk meningkatkan populasi mereka.
Perikop ini hendak memberi penjelasan bahwa Allah akan membuat pembangunan kembali terhadap bengsa Israel yang sudah Ia buang. Pembangunan itu dapat ditunjukan melalui pemabaharuan hati bangsa Israel dan pembangunan lahan serta reruntuhan kota didirikan kembali. Inilah janji Allah kepada bangsa Israel. Jadi, janji itu menyangkut dua hal dasar yakni pembangunan dalam aspek spiritual dan aspek fisik yang dimiliki oleh bangsa Israel.

1.2.2 Perikop yang mendahului: Reunification in the Promised Land (37:15-28)
Constable membagi perikop ini menjadi enam bagian besar. Kita dapat melihatnya sebagai berikut:

37:15-17
The Lord also commanded Ezekiel to take two sticks (or tablets; cf. Zech. 11:7-14). He was to write on one of them "For Judah and for the sons of Israel, Judah's companions." He was to write on the other stick "For Joseph and for the sons of Ephraim, Joseph's companions." One stick represented the Jews of the Southern Kingdom of Judah and the other the Jews of the Northern Kingdom of Israel. Ezekiel was then to join the two sticks together in his hand end to end so they appeared to be one stick. Mormonism teaches that the two sticks represent the Bible (the stick of Judah) and the Book of Mormon (the stick of Joseph), but the rest of the passage refutes this interpretation.
Tuhan juga memerintahkan Yehezkiel untuk mengambil dua tongkat (atau tablet; Bdk. Za.
11:7-14). Ia menulis pada salah satu tongkat itu "Untuk Yehuda dan untuk anak-anak
Israel, sahabat Yehuda. "Ia menulis pada tongkat lain" Untuk Yusuf dan untuk bani Efraim, sahabat Yusuf ". Satu tongkat mewakili orang Yahudi dari Kerajaan Selatan Yehuda dan yang lain. Orang Yahudi dari Kerajaan Utara Israel. Yehezkiel kemudian menggabungkan kedua tongkat secara bersamaan sehingga pada akhirnya keduanya  tampak menjadi satu tongkat.Mormonisme mengajarkan bahwa dua tongkat mewakili Alkitab (tongkat dari Yehuda) dan Kitab Mormon (tongkat Yusuf), tetapi seluruh bagian membantah penafsiran ini.


37:18-19
When Ezekiel's audience asked him what his symbolic act represented (cf. 4:1; 5:1; 12:9; 17:12; 20:49; 24:19), he was to tell them that the Lord said He would combine the two parts of Israel into one whole nation (cf. Isa. 11:12-13; Jer. 3:18; Hos. 1:11). This promise refutes the teaching of British Israelism and other groups who hold that the 10 northern tribes were lost and later became some other national entity (cf. Isa. 43:5-7; 49:5-6; Jer. 3:12-15). "We know comparatively little about the history of the exiled northerners, but there is no evidence of any return. There was Jewish awareness of northern tribes in Assyria: the apocryphal book of Tobit has such a setting."
Ketika para pendengar Yehezkiel menanyakan apa tindakan simbolis-Nya yang diwakili (lih. 4:1; 5:1; 12:9; 17:12, 20:49, 24:19), ia memberitahu kepada mereka bahwa Tuhan berkata, Dia akan menggabungkan dua bagian Israel menjadi satu bangsa (lih. Yes. 11:12-13; Yer. 3:18; Hos. 1:11). Janji ini membantah pengajaran tradisi Israelisme Inggris dan kelompok lain yang meyakini bahwa 10 suku utara hilang dan kemudian terpecah menjadi beberapa bangsa (lih. Yes 43:5-7.; 49:5-6; Yer. 3:12-15). "Dengan membandingkan kami tahu bahwa  ada sebagian kecil tentang sejarah pengasingan bangsa-bangsa dari utara , tetapi tidak ada bukti apa pun tentang kembalinya mereka.

37:20-22
The prophet was to hold these sticks, on which he had written what the Lord told him, in the sight of the exiles. He was to explain that Yahweh promised to bring exiles from both kingdoms back into the land. He would make one united kingdom of them again and set up one king over all of them (cf. Gen. 12:1-3, 7; 16:10; 17:7-9; 22:17-18; 28:4, 13-15). They would no longer be two nations, a divided kingdom.
Nabi adalah untuk memegang tongkat ini, di mana dia telah menulis apa Tuhan mengatakan kepadanya, dalam pandangan orang buangan. Dia menjelaskan bahwa Yahweh berjanji untuk membawa orang buangan dari kedua kerajaan kembali ke tanah. Dia akan membuat satu kesatuan kerajaan mereka lagi dan membuat satu raja atas semua mereka (lih. Kej 12:1-3, 7; 16:10, 17:7-9, 22:17-18, 28:4, 13-15). Mereka tidak lagi menjadi dua bangsa, sebuah kerajaan dibagi.

37:23
These Jews would no longer defile themselves with idols, other detestable things, or transgressions of the Lord's (Mosaic) covenant. The Lord promised to deliver them from the many places where they had gone and sinned and to cleanse them (cf. Jer. 31:31-34). Then they would enter into a proper relationship with Him. In the present State of Israel only about 5 percent of the population is actively "religious," and Jesus Christ is more firmly rejected there than almost anywhere else. perceptions of national identity—a healthy relationship between Israel and her patron deity." Block called these four dimensions ethnic integrity (v. 21a), territorial integrity (v. 21b), political integrity (v. 22), and spiritual integrity (v. 23).
Orang-orang Yahudi tidak lagi menajiskan dirinya dengan berhala, selain menjijikkan hal, atau  perbuatan jahat (Musa) perjanjian Tuhan. Tuhan berjanji untuk membebaskan mereka dari banyak tempat di mana mereka pergi dan berdosa dan untuk membersihkan mereka (lih. Yer. 31:31-34). Kemudian mereka akan masuk ke dalam hubungan yang tepat dengan-Nya. Di Negara Israel sekarang hanya sekitar 5 persen dari populasi adalah aktif "agama," dan Yesus Kristus adalah lebih
tegas menolak ada dari hampir di mana saja else.519
"Ayat ini membahas dimensi keempat kuno persepsi nasional-hubungan identitas yang sehat
antara Israel dan dewa pelindung nya "520. Blok disebut keempat dimensi integritas etnis (ay. 21a), teritorial integritas (ay. 21b), integritas politik (ay. 22), dan integritas rohani (ay. 23) .521
37:24-25
God's servant David would rule over the Jews and be their king (34:24; 2 Sam. 7:13, 16; Jer. 30:9; Hos. 3:5). They would have only one king who would shepherd them so that they would follow the Lord faithfully (cf. Exod. 19:5-6; Lev. 26:12; Deut. 7:6; 14:2, 21; 26:18-19; 27:9; Jer. 30:22; 31:33; 32:38). They would live in the Promised Land forever, and the Lord's servant David would be their appointed ruler forever. In view of God's promise to David in 2 Samuel 7:12-13, this must refer to the Son of David, Messiah. In sum, Israel will enjoy three new realities: a new commitment to Yahweh's will (v. 24b), occupation of her hereditary homeland forever (v. 25a), and the rule of David forever (v. 25b).

Daud hamba Yahwe memiliki peranan penting dalam bangsa Yahudi sehingga Ia kemudian menjadi raja mereka (34:24; 2 Sam. 7:13, 16; Yer. 30:9; Hos. 3:5). Mereka hanya memiliki seorang raja yang akan menghantar serta menuntun mereka agar mereka dapat mengikuti Tuhan dengan setia (mis. Kel. 19:5-6; Im. 26:12; Ul. 7:6; 14:2, 21; 26:18-19; 27:9; Yer. 30:22; 31:33; 32:38).. mereka akan berdiam di Tanah yang Terjanji selamanya dan Daud hamba Tuhan akan menjadi pemimpin terpilih mereka selamanya. Jika kita meninjau janji Tuhan kepada raja Daud dalam 2Sam 7:12-13, hal ini sebenarnya merujuk pada Mesias, Putera Daud. Dalam hal ini, Israel akan menikmati tiga keadaan baru yakni: komitmen baru untuk setia pada kehendak Allah, bahwa keturunannya akan menempati tanah terjanji selama-lamanya, dan kekuasaan Daud untuk selamanya.

37:26-28
The Lord also promised to make a covenant of peace with His people (cf. 16:62; 20:37; 34:25). He would plant them securely in the land and multiply their numbers (cf. Gen. 22:17-18). He would also set His sanctuary in their midst forever (cf. 20:40; 40:5—43:9; Zech. 6:12-13), not temporarily as He had done with the tabernacle and temple. His dwelling place would be with them forever, and He would also establish an intimate relationship with them. The people of the world would know that He is Yahweh who sets aside Israel as sacred for His glory and special purpose in the earth when He would set up His sanctuary in Israel's midst forever (cf. Exod. 19:5-6). The words "forever" and "everlasting" occur five times in verses 25-28. The reestablished Israelites would live in the land forever and would have an everlasting king, an everlasting covenant, and an everlasting sanctuary. There are also 13 promises in verses 15-28 and 10 "I will" commitments.
Allah juga berjanji akan mengadakan sebuah perjanjian damai dengan umat-Nya (mis 16:62; 20:37; 34:25). Ia akan membuat mereka berkembang dan memperbanyak jumlah mereka (cf. Gen. 22:17-18). Ia juga senantia melindungi mereka selamanya (cf. 20:40; 40:5—43:9; Zech. 6:12-13), tidak hanya seperti yang Ia lakukan pada waktu di dalam tabernakel di Bait Allah. Tempat kediamannya akan selalu bersama mereka, dan ia akan membangun hubungan yang intim dengan mereka. Sega;a bangsa di dunia akan tahu bahwa Dialah Yahwe yang akan selalu menyertai bangsa Israel, menyucikan bangsa Israel demi kemuliaan-Nya serta mempunya maksud khusus di dunia yakni memperbanyak keturunan-Nya di tengah-tengah bangsa Israel selamanya (Kel 19:5-6). Kata “selamanya” dan ”kekal” muncul lima kali dalam ayat 25-28. Penyatuan kembali bangsa Israel yang mendiami bangsa Israel selamanya dimana mereka memiliki sorang raja kekal, perjanjian abadi, dan keturunan yang tetap kekal. Juga ada pula 13 janji dalam ayat 15-28.
Dari perikop yang mendahului ini, Constable hanya ingin menegaskan bahwa bangsa Israel perlu bersatu kembali dan menyembah satu Allah, yakni Allah yang membuat perjanjian dengan mereka sejak dahulu kala. Karena itu, Constable lebih banyak merujuk pada kitab-kitab yang terdahulu yang juga membahas mengenai perjanjian itu. Sekarang Allah ingin umat Israel bersatu dengan-Nya dan memulai suatu hidup yang baru lagi. Kerajaan Israel dan Yehuda perlu barsatu dan Allah akan memberkati mereka.
Orang Israel tidak boleh lagi melakukan hal-hal yang menajiskan di hadapan Allah agar Allah tidak menghukum mereka lagi. Bangsa Israel jangan lagi menyembah berhala-berhala karena yang disembah hanyalah satu Allah, yakni Allah yang selalu menuntun mereka, sejak nenek moyang mereka. Karena Allah akan menghantar mereka kembali ke tanah yang sudah dijanjikanNya itu.
Perikop yang mendahului ini rupanya lebih menekankan peringatan kepada bangsa Israel setelah mereka dibangkitkan atau dipulihkan. Konsekuensi dari pemulihan itu adalah bangsa Israel harus tunduk kepada Allah karena dengan begitu maka mereka diselamatkan dari kemurkaanNya. Dengan demikian, dari konteks dekat, antara perikop yang mendahului dan perikop yang menyudahi, terdapat terdapat kesinambungan carita yang dibuat oleh si penulis kitab. Bahwa dengan melakukan perjanjian kepada bangsa Israel (Yeh. 36:33-38), Allah kemudian membangkitakan bangsa Israel (Yeh. 37:1-14) dengan memberi harapan dan dilanjutkan dengan peringatan agar bangsa Israel tidak lagi melakuakan kejahatan yang sama di hadapan Allah (Yeh. 37:15-28). Dengan begitu kita dapat memberikan suatu gambaran bahwa Allah Israel adalah Allah yang tidak mengingkari umat-Nya dan tetap membimbing umat pilihanNya itu dengan memberikan penghiburan dan pengharapan yang pasti sehingga umat Israel tetap hidup.
Nabi Yehezkiel tidak menggambarkan kebangkitan pada akhir zaman, walaupun kepercayaan akan kebangkitan mendasari bahasa yang dipakai. “Tulang-tulang ini adalah seluruh kaum Israel” (ay. 11). “Aku akan mengambil papan Yusuf” (bekas kerajaan utara, Israel), “dan menggabungkannya dengan papan Yehuda dan Aku akan menjadikan mereka satu papan” (ay. 19-20). Allah akan mengumpulkan orang Israel dari tengah bangsa-bangsa ke mana mereka pergi dan mengembalikan mereka ke negeri mereka sendiri. Seorang raja akan memerintah mereka semua dan mereka “tidak lagi terbagi menjadi dua kerajaan” (ay. 21-22). Tentu ini merupakan kebangkitan dan penyatuan kembali bangsa itu.[18]

2.       Struktur Perikop[19]
Penglihatan Yehezkiel dalam lembah yang penuh dengan tulang yang kering ini barangkali merupakan bagian yang paling terkenal dalam kitab ini. Bagian ini tersusun oleh kisah dramatis sebuah penglihatan (ay. 1-10) dan penafsirannya (ay. 11-14). Saatnya adalah ketika orang-orang buangan kehilangan pengharapan atas masa depan. Umat yang dahulu berharap secara salah mengenai ketidak-hancuran Yerusalem dan sejarah mereka yang lalu mengatakan: Tulang-tulang kami sudah menjadi kering, pengharpan kami sudah lenyap, kami sudah hilang. (lih. ay. 11).
Nabi merasakan kekuasaan Tuhan meliputinya (Yeh. 33:22) dan membimbingnya ke tempat yang penuh dengan tulang kering (ay. 1-2). Di tempat yang penuh dengan tanda-tanda kematian ini, Allah bertanya kepada Yehezkiel: Dapatkah tulang-tulang ini hidup kembali? Nabi takluk akan kuasa Allah untuk membuat keputusan mengenai hidup atau mati. Ia menjawab dengan hormat: Engkaulah yang mengetahuinya! (ay. 3).
Selanjutnya Allah memerintahkan kepada Yehezkiel untuk menubuatkan kepada tulang-tulang itu (ay. 4-6). Nabi melakukan itu dan ia mendengar suara keras ketika otot-otot, daging, dan kulit menutupi tulang, tetapi belum ada nafas baru mendatangi mereka (ay. 7-8). Dengan perintah kedua, Allah memerintahkan dia supaya memanggil nafas hidup dari keempat penjuru angin, supaya datang dan mengehembuskan kehidupan ke dalam tubuh itu (ay. 9). Yehezkiel melakukan seperti yang diperintahkan dan nafas itu masuk ke dalam mereka sehingga mereka hidup kembali. Mereke menjejakan kakinya laksana satu pasukan yang sangat besar jumlahnya (ay. 10).
Dalam penafsiran yang berikut, Allah menjelaskan bahwa, yang pengharapannya berbalik menjadi putus asa, akan dibimbing dari pengalaman kematian kepada kehidupan yang baru di tanah Israel (ay. 11-12). Penafsiran kebangkitan ini mendapat gambaran yang berbeda menganai tempat dari mana tulang-tulang yang mati berkumpul kembali. Di sini, tulang-tulang bangkit dari kuburnya sendiri (ay. 12), bukan dari sebuah lembah yang penuh dengan tulang-tulang berserakan. Tuhan akan mendombrak kekungkungan kubur untuk membangun kembali bangsa, sehingga berada dalam situasi politik yang baru. Ayat 13-14, yang berisikan dua rumus pengakuan, menekankan bahwa hidup baru yang diberikan Tuhan kepada umat akan menhidupkan kembali, baik pemahaman mereka mengenai Allah maupun hidup mereka di tanah air mereka. Gambaran dalam Yehezkiel bukanlah gambaran kebangkitan individual dari kematian. Ini suatu pelukisan penglihatan mengenai kesatuan politik yang baru dari Israel.
Jadi, secara keserluruhan jika diteliti dengan baik, ternyata perikop ini terdiri dari dua bagian besar, yakni bagian pertama menyangkut penglihatan Yehezkiel tentang tulang-tulang yang sudah kering (ay. 1-10) dan bagian kedua tentang penafsiran lebih lanjut dari penglihatan itu sendiri (ay. 11-14).

3.       Komposisi
Dari struktur yang sudah dijelaskan di atas, kita dapat melihat komposisi atau hubungan antara bagian pertama dan bagian kedua dari perikop Yeh. 37:1-14 ini. Sudah dikatakan bahwa perikop ini terdiri dari dua bagian besar, yakni bagian pertama mengenai penglihatan yang dialami oleh nabi Yehezkiel dan kemudian penafsiran atas penglihatan itu. Hal ini hendak memberi informasi bahwa setiap penglihatan yang dialami oleh Yehezkiel sudah pasti memiliki makna lain, baik bagi bangsa Israel maupun mungkin bagi Yehezkiel sendiri. Di sini, Tuhan menyampaikan kehendak-Nya tidak secara langsung namun harus melalui tanda-tanda tertentu terlebih dahulu. Untuk itulah, jabatan sebagai seorang nabi menjadi penting dan diperhatikan di saat-saat seperti ini.
Penglihatan dan penafsiran itu memiliki kepentingan yang sama. Tanpa penglihatan dan penafsiran itu, bangsa Israel tidak akan mengerti maksud dan kehendak Tuhan kepada mereka. Jadi, penglihatan jika tidak disertai dengan penafsiran atasnya, bangsa Israel tidak akan mengetahui rencana Tuhan atas hidup mereka, meskipun bangsa Israel sendiri seringkali membantah dan berbelok dari maksud dan rencana Tuhan itu.
Inti dari kedua bagian itu hendak mengatakan bahwa Allah adalah Tuhan yang tetap setia kepada bangsa Israel dan memimpin mereka melalui nabi Yehezkiel yang ditandai dengan penglihatan-penglihatan yang dramatis dan memperoleh interpretasinya melalui Yehezkiel pula. Di sini, sepertinya ingin ditekankan juga soal ketaatan bangsa Israel kepada perintah-perintah Tuhan agar mereka bisa dibangkitkan. Dengan kata lain, jika Israel ingin agar dibebaskan maka mereka harus taat pada perkataan nabi yang menjadi utusan Allah.

4.       Gaya Bahasa
Rupanya Yehezkiel terpengaruh oleh Yeremia dalam segi gaya bahasa. Alasannya  karena Yehezkiel ingin mengingatkan kembali kepada mereka yang hidup di pembuangan bahwa suara kenabian termasuk dalam periode transisi dan untuk itu harus didengar dan dilaksanakan. Hal ini dilakukannya agar pesan yang diwartakannya dari Tuhan benar-benar dapat dipahami oleh orang-orang pada waktu itu. Ia bernubuat  dengan menggunakan simbol-simbol ilahi. Sebagai contoh, gamabarannya mengenai makhluk-makhluk yang tidak lazim dalam hidup manusia. Jadi, gaya bahasa yang digunakan oleh Yehezkiel adalah gaya bahasa simbolik sabagai cara untuk menunjukkan kemahakuasaan Tuhan.
Menurut Constable, Yehezkiel menggunakan beberapa jenis sastra dalam penulisan kitabnya. Ini termasuk peribahasa, visi (penglihatan), perumpamaan, tindakan simbolis, kiasan, pertanyaan retoris, mimpi, drama, dan wahyu apokaliptik. Hal ini dimungkinkan karena Yehezkiel memang memiliki daya dan imajinasi yang tinggi. Bahkan ia adalah seorang komunitkator yang sangat dramatis. Dia menggunakan lebih banyak gaya bahasa simbolis dan alegori. Bagi Constabel, Yehezkiel menggunakan semuanya itu demi menarik perhatian dari pembacanya dan pendengarnya.[20]


BAB III
PESAN TEOLOGIS PERIKOP YEH. 37:1-14
1.         Bangsa yang dibangkitkan
Meskipun bangsa Israel hidup dalam penderitaan selama di tanah pembuangan, melalui teks ini sebenarnya Tuhan hendak membawa pesan pembebasan melalui Yehezkiel. Dalam bacaan ini disebutkan Yehezkiel mengalami penglihatan yang ditafsirkan sebagai akan datangnya masa pembebasan bangsa Israel. Oleh karena itu Yehezkiel kembali memberi harapan kepada mereka yang saat ini menderita hukuman karena dosa-dosa mereka. “Lalu kekuasaan Tuhan meliputi aku dan Ia membawa aku keluar dengan perantaraan roh-Nya dan menempatkan aku di tengah-tengah lembah, dan lembah ini penuh dengan tulang-tulang” (37:1). Tulang-tulang di lembah digunakan sebagai metafora untuk menyebut orang-orang Yehuda yang terasing dan melarat di tempat pengasingan.  Orang-orang ini akan selamat dan itu tersirat dalam penglihatan Yehezkiel selanjutnya “Ialu firmann-Nya kepadaku: “bernubuatlah mengenai tulang-tulang ini dan katakanlah kepadanya:  Hai tulang-tulang yang kering, dengarkanlah Firman Tuhan! Beginilah Firman Tuhan Allah kepada tulang-tulang ini: Aku memberi nafas hidup di dalammu , supara kamu hidup kembali . . . Dan kamu akan mengetahui bahwa Akulah Tuhan” (37:4-6). Tulang-tulang ini akan diberi nafas kehidupan sehingga mereka dapat hidup kembali seperti sediakala dan semua dimaksudkan pertama-tama agar bangsa Israel tahu dan sadar bahwa Yahwelah Tuhan yang begitu mengasihi mereka dan akan senantiasa menyelamatkan mereka.
Demikianlah maksud penglihatan ini secara eksplisit disebutkan dalam Yeh. 37:11-14. Disinilah letak inti pesan yang mau disampaikan lewat penglihatan tulang-tulang kering ini. Bahwa Allah sungguh akan membangkitkan bangsa Israel dari kuburnya.[21] Tuhan akan memulangkan bangsa Israel kembali ke tanah Israel seperti sediakala. Mereka akan diberi dicurahi Roh Tuhan[22] sendiri sebagai sumber kekuatan yang memampukan mereka hidup dan berkembang di tanah asalnya.

2.         Makna Teologis bagi Kehidupan Sekarang ini.
Setelah mendalami dan menelaah sedikit lebih jauh mengenai poin-poin penting dalam Yeh. 37:1-14 dalam bab II, pada bab III ini hendak dikemukakan makna teologis dari perikop ini. Ada dua hal yang bagi kami kelompok menjadi pesan teologis yang disampaikan lewat peristiwa penglihatan Nabi Yehezkiel mengenai lembah yang dipenuhi tulang-belulang antara lain: Pertama, Yahwe hendak menegaskan kapada Israel bahwa Ia adalah Tuhan yang setia pada janjinya dan  Kedua, Yahwe sungguh-sungguh mengasihi dan mencintai manusia.

2.1     Yahwe adalah Allah yang selalu setia pada janji-Nya
Sejak semula pada zaman  bapa-bapa bangsa, Yahwe telah mengikat perjanjian dengan Abraham berkat kesetiaan-Nya. Perjanjian itu menjadi tanda bahwa Yahwe akan senantiasa menyertai dan memberkati Abraham dan seluruh keturunannya. Pada zaman Musa, perjanjian antara Yahwe dan Israel pun semakin dilegitimasi dengan sejumlah peraturan yang dibuat oleh Allah sendiri. Dengan mematuhi perintah-perintah-Nya, bangsa Israel menjadi umat kesayangan Yahwe.
Namun pada zaman Yehezkiel, perjanjian itu dilanggar oleh umat Israel. Umat Israel sering menyeleweng dan tidak setia pada perintah Yahwe, akibatnya Yerusalem, kota kebanggaan orang-orang Israel diserang oleh musuh (kerajaan Babilonia) dan mereka ditawan. Mereka menjadi orang-orang buangan yang terlantar di tanah bangsa asing. Maskipun demikian hal itu tidak berarti Yahwe menolak dan berpaling dari bangsa Israel, bangsa pilihan-Nya. Justru sebaliknya lewat perikop ini Yahwe hendak membuktikan bahwa Ia adalah TUhan yang tidak pernah ingkar akan janji-Nya. Dari perikop inilah, Nabi Yehezkiael lewat penglihatan-Nya menubuatkan bagaimana bangsa Israel yang yang sedang ‘sekarat’ hidupnya itu akan dibangkitkan kembali oleh Allah menjadi bangsa yang besar. Hidup umat Israel yang layaknya tulang-belulang kering di lembah nan gersang  akan diberi nafas hidup sehingga mereka dapat kembali ke negerinya dan berkembang menjadi bangsa yang jaya. Allah hendak menunjukkan kesetiaan-Nya pada janji yang telah diikrar-Nya dengan para leluhur bangsa Israel bahwa Ia akan selalu dan senantiasa menyertai bangsa Israel. Meski kadang umat Israel menolak dan berpaling dari Yahwe hingga menyembah dewa-dewa lain, tetapi cepat atau lambat Yahwe akan mengembalikan Israel kembali kepada-Nya, karena Israel adalah bangsa pilihan Yahwe, bangsa kesayangan Yahwe.
Dari sini juga hendak ditegaskan bahwa kekalahan Israel dan jatuhnya Yerusalem ke tangan bangsa Babilonia tidaklah berarti Yahwe adalah Allah yang lemah, Allah yang ingkar janji dan berpaling dari bangsa Israel. Justru sebaliknya lewat peristiwa pembuangan Allah hendak menegur sekaligus mengingatkan bangsa Israel akan ketidaksetiaannya pada hukum dan aturan yang sejak dulu telah menjadi perjanjian kudus antara Yahwe dengan leluhur bangsa Israel. Oleh karena itu masa-masa di pembuangan haruslah menjadi masa-masa refleksi bagi umat Israel atas pelanggaran yang telah mereka perbuat. Dan Yehezkiel, lewat penglihatan-penglihatannya, datang sebagai pembawa cahaya  yang memberi pencerahan budi sekaligus motivasi bagi orang-orang Israel di tanah pembuangan untuk berbalik setia kepada Yahwe. Dengan demikian penglihatan Nabi Yehezkiel mengenai tulang-belulang yang dibangkitkan oleh Allah dalam perikop ini (Yeh. 37:1-14) sungguh menunjukkan betapa Yehwe adalah Allah yang selalu setia pada janji-Nya.

2.2     Yahwe adalah Allah yang mencintai manusia
Kesetiaan Yahwe yang terus menerus kepada bangsa Israel, meskipun umat Israel selalu berpaling ini sekaligus hendak menunjukkan betapa Yahwe sangat mencintai dan mengasihi bangsa Israel. Sejak semula Yahwe telah memilih bangsa Israel sebagai bangsa pilihan dan umat Israel menjadi umat kesayangan-Nya, oleh karena itu bangsa Israel merupakan bangsa yang diberkati oleh Allah. Allah ingin agar umat-Nya membalas cinta-Nya dengan taat pada aturan dan perjanjian-Nya sebab dengan demikian rahmat-Nya akan senantiasa tersalurkan dan Israel akan menjadi bangsa yang besar. Dan ketika umat Israel tidak taat dan akhirnya jatuh ke tangan bangsa asing, Yahwe pun tetap mengasihi  dan mencintai bangsa Israel yakni dengan mengutus utusan-utusan-Nya ke tengah-tengah bangsa Israel guna mengingatkan mereka dan mengantar mereka kembali ke pelukan Allah.


PENUTUP
Sejarah Israel dan sejarah monoteisme adalah sama, perkembangannya diatur dan diprakarsai Allah melalui para nabi-Nya. Tatkala kerajaan Israel hancur, agama tetap hidup berkat usaha para nabi yang melestarikan sisa-sisa nasionalisme. Nasionalisme Israel ini berjalan dengan ikatan perjanjian dan teokrasi Allah atas Israel yang berakar dalam hati setiap orang Israel. Nubuat para nabi tersebut berisikan situasi dan kondisi ikatan perjanjian dan teokrasi Allah atas Israel. Namun, Israel kadangkala juga melakukan perbuatan yang menyakiti hati Allah sehingga harus diadili oleh Allah sendiri dengan berbagai hukuman, misalnya: bangsa Israel dibuang ke Babel dan dikuasai oleh bangsa asing itu. Di situlah, Allah juga hadir melalui para nabi-Nya dan tetap memelihara bangsa-Nya dengan sabda-Nya sendiri. Untuk itu, Allah adalah Allah yang tetap setia kepada bangsa itu dan membuat perjanjian yang menyenangkan bangsa itu.
            Seperti Yeremia, Yehezkiel menjelaskan bahwa Allah tidak melulu bermaskud untuk menghukum umat-Nya dan memberikan kesempatan kepada sisa umat-Nya untuk memulai lagi dengan manusia yang sama dan tidak ditebus (Yeh. 36:24-27); bdk. 11:19; 18:13; 37:14). Ada sesuatu yang baru yang disertakan – perjanjian baru, hati yang baru, roh yang baru. Gaya bahasa ini menunjukkan bahwa kendati hal itu baru, namun sama sekali tidaklah berbeda. Nama Israel tidak diganti dengan nama yang baru dan tetaplah Israel.
Peranan nabi Yehezkiel dalam karya dan kehendak Allah ini memang cukup penting sehubungan dengan usahanya dalam menggerakkan umat Israel untuk berbalik kepada Allah. Dalam kitabnya, ia menyerukan kepada umat Israel apa yang disampaikan oleh Allah kepadanya. Intinya, Allah menginginkan agar umat Israel dibuang karena dosa dan kesalahan mereka dan kemudian Allah menghendaki suatu restorasi bagi umat Israel pula, baik dalam segi kehidupan spiritual maupun dalam segi kehidupan non-spiritual. Inilah yang dituliskan oleh Yehezkiel dalam kitabnya itu.
Sehubungan dengan itu, kebangkitan umat Israel yang dilambangkan dengan tulang-tulang kering yang dihidupkan kembali oleh Allah itu hendak memperlihatkan bahwa Allah lebih mencintai umat-Nya ketimbang harus menghukum mereka terus-menerus di Babel. Persitiwa penglihatan Yehezkiel ini menjadi awal dari hidup baru umat Israel sendiri dan kemudian diikuti dengan pemabaharuan yang dilihat sebagai suatu restorasi atau pemugaran kembali bagi umat Israel sendiri.


DAFTAR PUSTAKA

I.      Sumber Buku/Pustaka
Constable Thomas L, Dr. Notes on Ezekiel, Published by Sonic Light: 2010 Edition.
Darmawijaya, St. Pr., Warta Nabi, masa pembuangan dan sesudahnya, Kanisius: Yogyakarta, 1990.
II.    Buku Tafsiran
Lembaga Biblika Indonesia, Tafsir Alkitab Perjanjian Lama, Kanisius: Jogjakarta, 2002.
III.  Artikel: Sumber Internet
Early, Jewish Wirtings, Apocryphon of Ezekiel, http://www.earlyjewishwritings.com/apocezekiel.
html.
Samosir, Nelson, Who is Ezekiel, http://nelsonsamosir.blogspot.com/2007/02/05/who-is-ezekiel -yehezkiel.html, Februari 2007.
Wikipedia, Kitab Yehezkiel, http://id.wikipedia.org/wiki/Kitab_Yehezkiel, halaman diubah pada April 2011.
Wikipedia, Teologi Kitab Yehezkiel, http//id.wikipwdia.org/wiki/kitab-yehezkiel#tema_teologi-kitab_yehezkiel, halaman diubah pada April 2011.
IV. Buku Penunjang
Blenkinsopp, Joseph, A History of Prophecy in Israel, Westminster John Knox Press: Louisville, Kentucky, 1996.
F. L. Bakker. Sejarah Kerajaan Allah. BPK Gunung Mulia: Jakarta, 2009.
Gleason L. Archer, A Survey of Old Testament Introduction 3rd ed., Chicago: Moody Press, 1994.
MAWI. KItab Para Nabi I. Nusa Indah: Ende-Flores Rapids: Zondervan, 2006.
Tremper Longman III & Raymond Dillard, An Introduction to the Old Testament 2nd ed., Grand Rapids: Zondervan, 2006.
W.S.LaSor, dkk, Pengantar Perjanjian Lama 2, BPK Gunung Mulia: Jakarta, 2007.


[1]http://alkitab.sabda.org/resource.php?topic=730&res=almanac, copyright © 2005-2011 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA) diposting pada tanggal 16 April 2011.
[2] MAWI. Kitab Para Nabi I. Hlm. 399.
[3] F.L.Bakker. Sejarah Kerajaan Allah. (BPK Gunung Mulia: Jakarta, 2009). Hlm. 692.
[4] Tidak jelas disebutkan apakah Yehezkiel mempunyai anak, tetapi hal ini kiranya boleh diterima juga. MAWI. Kitab Para Nabi I. Hlm. 399.
[5] Bdk. Constable Thomas L, Dr. Notes on Ezekiel, (Published by Sonic Light: 2010 Edition). pg. 3. http://www.soniclight.com/ (Dr. Tom Constable, who received the David L. Edwards Servant Leader Award in 2001, begins each course by saying, “Some of my best friends are my former students … and I would like to develop a personal friendship with each of you.” He also ends the semester with a heartfelt plea that students contact him before they ever consider giving up in their ministries).
[6] Sehubungan dengan pemahaman Yosefus, ia kemungkinan besar menjelaskan bahwa Kitab Yehezkiel dulu terdiri dari dua kitab dan bahkan ia memikirkan bahwa kitab Yehezkiel yang kanonik dan kitab pseudepigrafa yang dihubungkan dengan kitab Yehezkiel. Bdk. James Charlesworth, “The Pseudepigrapha and Modern  Research”, dalam http://www.earlyjewishwritings.com/apocezekiel.html. Diposting tanggal 1 Desember 2009. (27-03-2011).
[7] Bdk. http://id.wikipedia.org/wiki/Kitab_Yehezkiel, diubah pada 16:15, 15 April 2011. (Pawered by Mediawiki).
[8] Tremper Longman III & Raymond Dillard, An Introduction to the Old Testament (2nd ed., Grand Rapids: Zondervan, 2006), 367.
[9] Bukti lain yang dapat kita lihat adalah nabi Yehezkiel secara langsung bercerita dengan tegas apa yang dia lakukan dan ia kerjakan. Seringkali ia dengan tegas menyatakan kapan dan di mana terjadi nubuatan tersebut. Ada banyak tanggal yang dicatat, seolah-olah nabi membuat semacam “catatan harian” (Yeh. 1:1; 3:16; 8:1; 20:1; 26:1; 29:1; 29:17; 30:20; 31:1; 32:1,17; 33:21; 40:1). Hal ini pun rupanya masuk dalam susunan yang teratur. (Joseph Blenkinsopp, A History of Prophecy in Israel. Pg. 166)
[10] Lihat Gleason L. Archer, A Survey of Old Testament Introduction (3rd ed., Chicago: Moody Press,1994), hal. 412-413.
[12] Ibid.  Constable, Thomas L., Dr. Notes on Ezekiel.
[13] http//id.wikipwdia.org/wiki/kitab-yehezkiel#tema_teologi-kitab_yehezkiel
[14]Lih. Darmawijaya, St. Pr., Warta Nabi, masa pembuangan dan sesudahnya, (Kanisius: Yogyakarta, 1990), hal. 28-29.
[15] Meskipun demikian teraturnya, namun ada dan memiliki gaya yang lain, yang tidak mungkin berasal dari lingkungan yang sama. Hal ini bukan berarti bahwa pesan dan nubuatan serta pengajaran nabi Yehezkiel menjadi berubah, melainkan menunjukkan betapa warisan nabi itu dihargai sebagai warisan bagi zaman kemudian. Dan hal lain yang perlu diakui adalah bahwa seluruh kitab seperti apa adanya mencerminkan pesan nabi dan ditafsirkan secara setia sebagai pesan tokoh  yang ikut bergulat untuk menemukan identitas bangsa dalam masa pembuangan. Ibid.
[16] Konteks dekat merupakan kesatuan perikop itu dengan perikop yang berada di sekitarnya. Dan juga menjelaskan alasan mengapa teks itu terpisah dengan teks sebelum dan sesudahnya, sehingga dapat mejadi perikop yang berdiri sendiri tetapi mempunyai keutuhan cerita. Bdk. Robertus Sumarwata., Traktat Pengantar Umum Kitab Suci, (Pineleng: STF-SP, 2007), hlm. 4-5. 
[17] Ibid. Constable, Thomas L., Dr. Notes on Ezekiel. pg, 182-184, 187-188.
[18] W. S. LaSor, dkk, Pengantar Perjanjian Lama 2, (BPK Gunung Mulia: Jakarta, 2007), hal. 402.
[19] Lembaga Biblika Indonesia, Tafsir Alkitab Perjanjian Lama, (Kanisius: Jogjakarta, 2002), hal. 609.
[20]Ibid. Constable, Thomas L, Dr. Notes on Ezekiel .pg. 7-9
[21] Kata “Kubur” (37:12) adalah keruntuhan bangsa Israel. MAWI. Kitab Para Nabi I, Hlm.499
[22] “Roh-Ku” (37:14) adalah daya hidup yang datang dari Yahwe sendiri, menunjuk pada perbuatan Yahwe yang memberikan perbuatan itu kepada Israel. Ibid.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar