11 November 2012

MEMBERI DARI KELIMPAHAN ITU BIASA, TAPI JIKA MEMBERI DARI KEKURANGAN, ITU LUAR BIASA


1Raj. 17:10-16, Mzm. 146:7,8-9a,9bc-10, Ibr. 9:24-24, Mrk. 12:38-44




Hari ini, Tuhan Yesus memuji seorang janda miskin karena perbuatannya. Janda itu menunjukkan satu sikap hidup yang jarang sekali dibuat oleh orang lain. Kebiasaan memasukkan uang di dalam peti persembahan biasanya diberikan orang sebagai ungkapan terima kasih dan syukur kepada Tuhan. Itu sebabnya, orang sering datang dan membawa uang serta hasil usaha mereka dan dipersembahkan kepada Tuhan. Di sana ada orang-orang kaya, orang-orang kelas menengah, bahkan orang miskin sekali pun. Mereka semua datang dan memberi kepada Tuhan. Nah, janda yang dipuji Yesus hari ini adalah seorang miskin, bukan kelas menengah, apalagi kelas orang kaya. Namun, ia datang juga untuk memberikan persembahan kepada Tuhan dengan segala kekurangan dan kemiskinannya. Ia mempunyai uang dua peser saja, dan uang itu dimasukkan semua ke dalam peti persembahan. Hal ini berbeda dengan orang lain yang memberikan dalam jumlah yang banyak. Orang kaya memberikan dari kelimpahannya, tetapi janda ini memberikan dari kekurangannya. Uang itu bisa dipakai untuk membeli makanan agar bisa menopang hidupnya sendiri. Akan tetapi, ia berbuat yang sebaliknya. Sangat mengherankan karena ia seorang janda, dan sudah pasti bahwa ia tidak mempunyai suami yang bisa menopang hidupnya.

Peristiwa lain yang sebanding dengan itu terjadi juga dalam masa Perjanjian Lama. Di sana, ditampilkan seorang janda Sarfat yang dikunjungi oleh Elia. Elia mengujungi Sarfat dan ia sangat lapar dan hendak mencari pertolongan dari orang-orang di kota itu. Sementara, kota Sarfat waktu itu berada dalam situasi kelaparan. Elia ini bertemu dengan janda itu dan meminta supaya diberi makan. Akan tetapi, janda itu hanya memiliki segenggam tepung dalam tempayan dan sedikit minyak dalam buli-buli. Keadaan ini menunjukkan bahwa janda itu juga berada dalam situasi kelaparan dan kekurangan makanan. Keadaan ini tidak menyurutkan semangatnya untuk melayani Elia. Justru dari kekurangan itu, ia memberi kepada Elia. Ia bersedia membuat roti agar Elia bisa memakannya. Kekurangan janda ini terjawab setelah ia melayani Elia. Di sana ia memperoleh kelimpahan makanan setelah memberi dari kekurangan. Seluruh kota itu mengalami bencana kelaparan, tetapi kecuali janda ini.

Saudara-saudariku terkasih, sulit bagi manusia untuk memberikan sesuatu kepada sesamanya ketika berada dalam ia berada dalam keadaan kritis dan berkekurangan. Banyak sekali pembelaan yang manusia buat untuk menghalangi tindakan memberi kepada orang lain kalau ia sendiri berada dalam kesulitan atau kekurangan yang sama. Pikirnya, “bagaimana mungkin saya dapat memberinya sekilo gram beras, sedangkan saya sendiri hanya memiliki sekilo gram beras?” Atau “saya tidak punya uang lebih, sehingga tidak bisa memberikan kepada orang lain, sebab saya mau menggunakan uang ini demi kebutuhan saya.” Begitulah cara manusia membela diri. Ia hanya memberi kepada orang lain kalau ia punya kelebihan dan kelimpahan akan bahan yang hendak diberi. Maka dari itu, ia tidak dapat memberi kepada orang lain.

Saudara-saudariku terkasih, Tuhan Yesus menegaskan sikap memberi dari kekurangan bukan dari kelebihan. Memberi dari kelebihan atau kelimpahan itu bagus, tetapi bagi Yesus jauh lebih bagus kalau memberi itu dari kekurangan. Apa maksudnya Yesus berkata begitu? Yesus lebih melihat arti dan makna dari tindakan memberi itu sendiri. Memberi berarti mengambil apa yang sedang kita miliki dan menyerahkannya kepada orang lain. Pemberian ini haruslah disertai dengan ketulusan hati. Pemberian ini harus diladasi dengan semangat yang rela berkorban bagi orang lain. Dan, pemberian ini harus dilihat sebagai ungkapan syukur dan terima kasih kepada Allah sang Pemberi Rahmat kepada manusia. Kalau kita memberi dengan ketulusan hati, dengan semangat yang rela berkorban, dan dengan maksud ucapan syukur kepada Allah, maka kita tidak akan memikirkan atau mempertimbangkan seberapa besar yang harus kita berikan. Itu berarti, yang kita miliki saat ini akan gampang diberikan kepada orang lain, meskipun sedikit jumlah dan kualitasnya. Dengan demikian, bagi Yesus, ada nilai penting di balik ‘memberi dari kekurangan’ itu. Orang kaya boleh memberi sebanyak-banyaknya dari kelimpahan mereka, tetapi pemberian mereka tidak didasari atas ketulusan hati, rela berkorban dan syukur kepada Allah. Maka, orang yang memberi atas dasar ketulusan hati dan rela berkorban serta sebagai ucapan syukur kepada Allah adalah orang yang memberi dengan banyak. Ini berarti, ia memberi dan mengetahui arti dan makna di balik pemberian itu. Ia memberi tapi sekaligus mengetahui bahwa pemberian itu bernilai untuk orang lain.

Saudara-saudariku terkasih, santo Paulus menegaskan bahwa kematian Kristus di salib hanya terjadi satu kali untuk selama-lamanya. Kematian itu adalah kematian yang menyelamatkan manusia dari dosa untuk selama-lamanya. Yesus memberi diri-Nya untuk manusia supaya selamat. Ia “memberi dari kekurangan” kepada manusia. Makna dari pemberian diri itu adalah manusia bisa berjumpa dengan Allah di surga. Inilah makna sesungguhnya dari sebuah pemberian. Maka, sebagai orang Katolik yang mengimani Kristus, kita pun pantas bersyukur kepada Allah sebab kematian Kristus itu berpuncak pada keselamatan manusia. Pemberian diri Kristus berakhir pada pembebasan dosa dari manusia. Itu sebabnya, kita pun pantas belajar dari Kristus. Kita wajib belajar untuk memberi kepada sesama yang memang membutuhkan pertolongan dari kita, meskipun pemberian itu “merugikan” diri sendiri. Keuntungan dari pemberian itu tidak kita dapatkan sekarang, tetapi nanti di dalam kerajaan surga. Inilah prinsip hidup orang beriman.

LEMBAH BANTIK PINELENG
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar