Semalam aku menemukan sebuah komentar yang menyenangkan hati.
Kesenangan itu berumula dari rawut wajah ini. Di mana, bibir tersenyum dan hati
terasa damai. Itulah pentingnya satu senyuman. Penuh dengan ketulusan dan
terpancar dari hati.
Malam ini pun kejadian itu terulang. Senyum lagi dan senyum lagi. Entah
kenapa, tapi memang sudah begitu adanya. Seperti "seharusnya," kata
Peterpan (Band Favoritku dulu. Sekarang NOAH, Band Favoritku juga).
Senyum itu seharusnya bermula dari hati yang damai dan penuh keceriaan.
Kadang orang tersenyum, tapi belum tentu senyum itu berasal dari hati yang
damai. Bukan menuduh, tapi keterpaksaan sering muncul karena situasi yang
meresahkan.
Jangan tersenyum karena terpaksa. Tapi tersenyumlah sesuai dengan
kedamaian yang tercipta di dalam hati. Kita tidak diminta untuk berbohong,
namun untuk bersikap jujur terhadap diri kita sendiri, maupun orang lain yang
membuat kita tersenyum.
Senyum itu melambangkan ketulusan hati. Makanya, tidak harus kita
mendustai orang lain dengan apa yang terpancar pada wajah kita itu. Kalau ya,
katakan ya. Kalau tidak, katakan tidak. Begitulah seharusnya. Pancarkanlah apa
yang ada di dalam hatimu.
Dari senyum, kita belajar untuk turut merasakan kebahagiaan orang lain.
Itu berarti, ada penerimaan terhadap mereka yang berbahagia di dalam hati kita.
Di samping itu, kita sendiri menjadi orang yang jujur untuk berekspresi. -kbp
Tidak ada komentar:
Posting Komentar