Orang tua, entah ayah atau ibu, seringkali sangat senang jika bermain
dengan anak-anaknya; apalagi anak itu baru berumur beberapa tahun. Anak begitu
tergantung kepada kedua orang tuanya. Menangis adalah contoh konkrit yang
dilakukan anak jika berada di dalam pelukan orang lain yang tidak ia sukai. Meskipun
sang anak diminta untuk melompat dari tempat yang tinggi ke dalam pelukan ayah
atau ibu, ia akan melakukan itu. Sebab ia yakin bahwa ayah atau ibunya pasti
menangkapnya. Itulah sang anak.
Sahabat-sahabatku yang terkasih, beberapa hari belakangan ini, Tuhan
Yesus sangat menekankan soal “percaya” akan diriNya sendiri. Hari ini juga Ia
melakukan hal yang sama. Percaya merupakan satu hal penting dalam berelasi
dengan Allah. Itu sebabnya, Tuhan Yesus
sangat menegaskan hal itu. Percaya kepada Allah berarti menyerahkan diri
sepenuhnya kepada Allah. Percaya kepada Allah juga berarti membiarkan Tuhan
bekerja atas diri, pikiran, hati dan kehendak. Percaya itu dasar dari
segalanya.
Mari kita membangun diri masing-masing sambil menaruh seluruh
kepercayaan kita kepada Allah. Layaknya anak kecil yang percaya dengan sepenuh
hati kepada kedua orang tuanya, kita pun diminta untuk memberi diri seutuhnya
kepada Allah. Konsekuensi yang kita terima ketika percaya kepada Allah dalam
diri Yesus, Roti Hidup itu, ialah kita akan diberi kesempatan untuk menikmati
surga abadi. Allah menawarkan keselamatan dan manusia memberi jawaban atas
tawaran itu, yakni dengan percaya.
Dengan begitu, percaya merupakan kunci dalam relasi dengan Allah. Allah
hadir sebagai Roti Hidup yang menyelamatkan dan manusia memberi reaksi atas
Roti Hidup itu. Reaksi yang dikehendaki Allah adalah datang kepadaNya dan
mencicipi Roti Hidup itu yang merupakan diriNya sendiri. Sebab sesungguhnya,
Allah tidak menghendaki agar kita tidak hilang dari hadapanNya. Percayalah kepada
Injil yang setiap hari kamu dengarkan. Ingat, jangan pernah ragu akan Tubuh
Tuhan yang selalu kita sambut dalam ekaristi.
_KaKi bantiK pineleng
Tidak ada komentar:
Posting Komentar