Aku pernah terjatuh dalam jurang yang dalam. Sungguh, jurang itu tak
dapat kuukur dalamnya. Di dalam jurang itu aku tinggal, namun kesempitan
membuatku tak mampu bergerak. Hampir saja nafas ini habis, karena tak ada semangat
sama sekali di sana. Jurang itu begitu mengerikan dan sama sekali tak
bersahabat. Mungkin sekali ini adalah permainan dunia yang terbelenggu. Asa pun
tetap menipis.
Meski begitu, aku tetap menatap di sekelilingku. Sesekali aku bermimpi
untuk menembusi dinding-dinding di dalam “penjara” itu. Dinding-dinding itu
menjadi sahabat baru bagiku dan kami pun bercanda ria bersama. Hal yang lazim
kulakukan adalah memandang ke atas seraya melihat setiap awan yang lewat. Aku merasa
seperti tak di dalam jurang itu kala memandang awan yang dating dan pergi.
Harapan demi harapan kubangun di dalam sana. Ya, aku berharap ada tali
yang jatuh dari atas ke bawah, ke dalam jurang ini. Aku juga berharp ada tangga
yang diturunkan kepadaku. Tapi semua itu terlalu lama kutunggu. Dan memang bagi
segelintir orang, menunggu itu adalah pekerjaan yang membosankan. Tapi tak ada
hal lain yang dapat kubuat, selain harus terus menunggu dalam kebosanan itu.
Masih adakah harapan itu? Ya, hari berikutnya aku mulai melihat
secercah harapan baru. Harapan yang mendatangkan kegembiraan. Harapan itu juga
memberikan semangat bagiku untuk tetap bertahan dalam kesendirian. Sepertinya
ada orang yang berlalu-lalang di sekitar mulut jurang itu. Adakah yang ingin
menolongku? Oh… semoga saja bunyi dedaunan di atas sana mengindikasikan harapan
itu.
Kusadari bahwa aku tak mungkin keluar dengan sendiri. Aku butuh bantuan
orang lain, terlebih Dia yang adalah penguasa dunia dan jagat, termasuk jurang
itu. Aku ingin diangkat dari sana karena situasi itu mencekam. Cekamannya menakutkan
karena dinding-dinding jurang itu tidak lagi bersahabat denganku. Apa lagi yang
harus kubuat? Aku masih tetap berada dalam kesendirian. Tak ada lagi teman
bagiku.
Aku terus berandai-andai. Ya, andai saja ada orang di atas sana, pasti
ia mendengar jeritanku ini. Dan ternyata, pengandaianku yang dibaluti secerceh
hingga sejuta harapan itu datang juga. Ia datang dan melemparkan tali ke dalam
jurang yang “kutumpangi” itu. Oh… sahabatku, terima kasih kepadamu atas uluran
tali yang menghidupkan ini. Kehadiranmu saja sudah membuatku terbangun,
terbangun dari tidurku yang panjang ini.
Memang berat untuk menarik aku ke atas, tapi karena keinginanmu yang
besar agar aku keluar dari jurang itu, membuatku berhasil keluar dan berhak
memandang dunia yang nyata ini. Kehadiranmu sungguh sebuah anugerah terindah
bagiku. Darimu aku belajar untuk tetap bersemangat. Darimu aku belajar untuk
bersabar. Dan darimu pula harapanku menjadi nyata, senyata yang tak kubayangkan.
Sahabat, padamu kutemukan arti hidup yang sesungguhnya. Ternyata, hidup
yang sesungguhnya adalah “mengulurkan” sesuatu kepada yang lain. Di dalam
uluran itu ada ketulusan hati, ada segudang cinta, ada sejuta semangat dan motivasi.
Aku yang dulu “terjurang” kini menatap dunia yang indah berkat kerja kerasmu
yang tiada henti. Kau istimewa bagiku. Kau membuatku berani memandang hidup
ini.
Terima kasih sahabat. <3 <3 <3
@kaki bantik pineleng
Tidak ada komentar:
Posting Komentar