11 Maret 2013

AKU “TERJURANG” TAPI KAU “MEMBEBASKANKU” DENGAN KETULUSANMU


Aku pernah terjatuh dalam jurang yang dalam. Sungguh, jurang itu tak dapat kuukur dalamnya. Di dalam jurang itu aku tinggal, namun kesempitan membuatku tak mampu bergerak. Hampir saja nafas ini habis, karena tak ada semangat sama sekali di sana. Jurang itu begitu mengerikan dan sama sekali tak bersahabat. Mungkin sekali ini adalah permainan dunia yang terbelenggu. Asa pun tetap menipis.

Meski begitu, aku tetap menatap di sekelilingku. Sesekali aku bermimpi untuk menembusi dinding-dinding di dalam “penjara” itu. Dinding-dinding itu menjadi sahabat baru bagiku dan kami pun bercanda ria bersama. Hal yang lazim kulakukan adalah memandang ke atas seraya melihat setiap awan yang lewat. Aku merasa seperti tak di dalam jurang itu kala memandang awan yang dating dan pergi.

Harapan demi harapan kubangun di dalam sana. Ya, aku berharap ada tali yang jatuh dari atas ke bawah, ke dalam jurang ini. Aku juga berharp ada tangga yang diturunkan kepadaku. Tapi semua itu terlalu lama kutunggu. Dan memang bagi segelintir orang, menunggu itu adalah pekerjaan yang membosankan. Tapi tak ada hal lain yang dapat kubuat, selain harus terus menunggu dalam kebosanan itu.

Masih adakah harapan itu? Ya, hari berikutnya aku mulai melihat secercah harapan baru. Harapan yang mendatangkan kegembiraan. Harapan itu juga memberikan semangat bagiku untuk tetap bertahan dalam kesendirian. Sepertinya ada orang yang berlalu-lalang di sekitar mulut jurang itu. Adakah yang ingin menolongku? Oh… semoga saja bunyi dedaunan di atas sana mengindikasikan harapan itu.

Kusadari bahwa aku tak mungkin keluar dengan sendiri. Aku butuh bantuan orang lain, terlebih Dia yang adalah penguasa dunia dan jagat, termasuk jurang itu. Aku ingin diangkat dari sana karena situasi itu mencekam. Cekamannya menakutkan karena dinding-dinding jurang itu tidak lagi bersahabat denganku. Apa lagi yang harus kubuat? Aku masih tetap berada dalam kesendirian. Tak ada lagi teman bagiku.

Aku terus berandai-andai. Ya, andai saja ada orang di atas sana, pasti ia mendengar jeritanku ini. Dan ternyata, pengandaianku yang dibaluti secerceh hingga sejuta harapan itu datang juga. Ia datang dan melemparkan tali ke dalam jurang yang “kutumpangi” itu. Oh… sahabatku, terima kasih kepadamu atas uluran tali yang menghidupkan ini. Kehadiranmu saja sudah membuatku terbangun, terbangun dari tidurku yang panjang ini.

Memang berat untuk menarik aku ke atas, tapi karena keinginanmu yang besar agar aku keluar dari jurang itu, membuatku berhasil keluar dan berhak memandang dunia yang nyata ini. Kehadiranmu sungguh sebuah anugerah terindah bagiku. Darimu aku belajar untuk tetap bersemangat. Darimu aku belajar untuk bersabar. Dan darimu pula harapanku menjadi nyata, senyata yang tak kubayangkan.

Sahabat, padamu kutemukan arti hidup yang sesungguhnya. Ternyata, hidup yang sesungguhnya adalah “mengulurkan” sesuatu kepada yang lain. Di dalam uluran itu ada ketulusan hati, ada segudang cinta, ada sejuta semangat dan motivasi. Aku yang dulu “terjurang” kini menatap dunia yang indah berkat kerja kerasmu yang tiada henti. Kau istimewa bagiku. Kau membuatku berani memandang hidup ini.

Terima kasih sahabat. <3 <3 <3

@kaki bantik pineleng

Tidak ada komentar:

Posting Komentar