31 Maret 2013

KRISTUS BANGKIT, MAKA HIDUP KITA DISEMPURNAKAN



Tuhan Yesus telah menderita sengsara sambil memikul salib kita. Ia juga telah wafat bagi kita dan mengalahkan kuasa kegelapan. Kini, Ia bangkit bagi kita untuk membuka jalan baru bagi kita. Ia bangkit dari kuburNya sesuai dengan sabdaNya sendiri. “Pada hari yang ketiga bangkit dari antara orang mati.” Demikianlah kita telah dibangkitkan Kristus dari “tidur panjang” kita.

Lantas, apa yang harus kita lakukan setelah kebangkitan Kristus ini? Ketahuilah, kita diminta untuk hidup baru di dalam Dia, dalam RohNya yang kudus seperti yang dijanjikanNya kepada kita. “Aku akan mengutus Roh Penolong bagimu.” Roh kudus itulah yang sampai saat ini tinggal di antara kita hingga kita bisa mengenal dan percaya kepadaNya.

Kita patut berterima kasih kepadaNya karena Ia mengutus para rasul untuk mewartakan kabar suka cita Allah bagi sesama dan bagi dunia. Karena itulah kita diperkenan untuk mencintai dan percaya kepada Kristus sendiri. Cinta dan kepercayaan kita kepada Kristus itu sudah pasti membuahkan sesuatu yang sungguh kita idamkan, yaitu keselamatan kekal. Itulah janji Kristus kepada pengikutNya.

Saudara dan sahabatku sekalian, kita dipanggil Allah untuk mencintai Allah sendiri. Kita ada karena Allah dan karena itu kita akan kembali kepada Allah. Dalam konteks ini, kehadiran, sengsara, kematian dan kebangkitan Kristus hendak memutuskan kedegilan, kedosaan, dan kedurhakaan kita. Tujuan kita jelas, yakni berjumpa dengan Allah, karena itu Kristus hendak menyempurnakan keberadaan kita yang sedang menuju Allah itu.

KebangkitanNya hari ini merupakan “sejarah baru” bagi kita, para pengikutNya. Ia bangkit supaya kita jangan lagi dihambakan oleh dosa, melainkan membangun mentalitas dan gaya hidup yang baru supaya perjalanan hidup kita ini benar-benar tertuju kepada Allah. Hidup di dalam Roh dan menghasilkan buah-buah iman yang sempurna, yaitu cinta dan kasih Kristus kepada sesama, terlebih kepada Allah sendiri.

@Tempok nan Indah
Weekend Place...

29 Maret 2013

ADA APA DENGAN SALIB ITU?

Bagi orang Yahudi, salib merupakan sebuah palang penghinaan. Salib lebih dekat pada penjahat kelas kakap. Bagi orang Yunani, salib itu satu kebodohan tersendiri bagi orang yang memanggulnya dan tergantung pada salib itu. Bagi orang-orang yang percaya kepada Kristus, salib adalah kemenangan. Tuhan kita menang atas dosa dan maut. Demikianlah salib menghubungkan sengsara dan wafat Kristus.

Ia sengsara karena salib itu. Ia wafat pula di atas salib itu. Dosa dikalahkan, manusia dibebaskan. Ciri khas salib itu adalah penolakan dan ketidaktahuan manusia akan Putera Allah yang melawat ke dunia. Andai saja semua orang menerima Putera Allah, maka Israel menjadi tempat Allah bersemayam untuk selamanya. Semua mata akan memandang dan semua langkah menuju ke sana.

Salib itu membuat keselamatan “berpindah” pada dunia yang luas. Semua yang menaruh hati, percaya dan harapan kepada Putera Allah diperbolehkan untuk menerima satu kesempurnaan hidup, yaitu keselamatan kekal. Hal itu dapat terjadi karena salib itu mampu dipikul oleh Putera Allah sampai ke bukit Golgota. Meski berat namun berkat bagi manusia. Itu karena kerelaan Putera Allah untuk memikul salib itu.

Jelaslah bahwa Allah tidak menghendaki dosa meraja di atas dunia. Itu sebabnya, Ia setia terhadap salib itu, dipaku pada salib itu. Saat itu juga dosa dikalahkan dan maut dihancurkan. Salib menjadi sarana yang paling sempurna untuk melunasi “hutang” manusia. Manusia berhutang pada Allah maka Sang Putera melunasiNya dengan memanggul salib itu. Meski berat, Ia tidak mengeluh, tapi tetap berdiri.

Kalau begitu, salib bukan lagi satu palang penghinaan atau pun satu kebodohan tapi satu kemenangan bagi orang yang percaya kepada Sang Putera. Ia memenangi penolakan manusia atas diriNya. Dengan salib itu manusia dilahirkan menjadi baru, bebas dari dosa dan diperkenankan untuk menikmati kebahagiaan surgawi. Karena itu, pikullah salibmu dan jangan mengeluh. Di situlah kita diterima oleh Allah.

@Tempok nan Indah
Weekend Place…

28 Maret 2013

JALAN KRISTUS ITU JALAN SALIB YANG MENYELAMATKAN



Apa yang dilakukan Yesus pada perjamuan malam terakhir, kini menjadi nyata dan terwujud dalam sengsaraNya. Ia menyerahkan Tubuh dan DarahNya secara lebih koknkrit, tanpa tersembunyi sedikit pun. Ekaristi kini terwujud. Pemberian diri Yesus dalam ekaristi kini dilaluiNya dalam sengsara dan wafatNya. Ia memberikan diriNya seutuhnya untuk memanggul salib yang adalah dosa dan kesalahan manusia. Semua itu Ia tebus dengan memanggul salib ke Golgota dan wafat.

Sengsara dan wafatNya adalah wujud ekaristi yang nyata, riil, konkrit dan menyelamatkan. Perjamuan malam terakhir itu kini dibuktikan Yesus. Ia berkorban bagi banyak orang. Bagaikan anak domba yang dibawa ke tempat pembantaian. Ia tidak membuka mulutnya tapi membiarkan dirinya untuk dikorbankan demi keselamatan orang yang mebawanya. Begitulah Yesus. Ia tidak membuka mulutNya ketika salib yang berat ditimpakan kepadaNya. Malahan, Ia menerimanya dan memikul salib itu.

Rasanya sangat berat ketika melihat Yesus memanggul salib seorang diri. Jalannya menanjak, jauh dan melelahkan. Berapa lama lagi manusia harus tinggal di dalam dosa? Sampai kapankah manusia mau melupakan dosanya? Yesus kini menderita karena dosa-dosa itu. Yesus rela wafat karena dosa-dosa itu. Maukah manusia menjadi seperti Maria yang menemani jalan salib Tuhan? Maukah manusia menolongNya seperti Simon? Maukah manusia menjadi seperti Veronika?

Entahlah, Yesus tetap memanggul salib kehinaan itu dengan setia, tanpa menyerah dan mengeluh. Ia melakukan itu demi manusia yang bedosa. Ia mati, mati untuk dosa manusia dan manusia dibebaskan dari dosa-dosanya. Seharusnya manusia sadar akan penderitaan dan wafat Yesus itu. Seharusnya manusia tak membiarkan dosa menjadi bagian dari hidupnya. Seharusnya manusia tidak menimpakan kesalahan dan tuduhan terhadap Anak Allah.

“Barang siapa yang mau mengikuti Aku, ia harus memikul salibnya dan mengikuti aku.” Yesus meminta kita untuk turut memanggul salib kita masing-masing. Tidak boleh ada kemalasan dan tidak boleh ada keluh kesah saat memanggul salib. Salib bagi kita adalah kemenangan, tanda Yesus menyelamatkan kita. Karena itu, siapa yang setia memanggul salibnya ia memperoleh tempat di surga. Itulah syarat bagi kita untuk mengikuti Yesus. Belajarlah untuk memikul salib itu.

Salib memang berat, tapi apabila dipikul dengan sabar, maka kita akan sampai pada garis akhir yang membahagiakan. Di garis akhir itu, Yesus sudah berdiri dan akan mengucapkan selamat kepada kita dan mempersilahkan kita untuk menikmati kebahagiaan bersamaNya. Semoga kita mau menimba semangat Yesus yang rela memanggul salib yang berat itu. Mari kita berdoa agar kita tetap bertahan dalam mengasihi sesama, menolong yang menderita, dan melayani orang lain.

Sengsara Kristus adalah sengsara kita juga. Wafat Kristus adalah wafat kita juga. Kristus menderita sengsara bagi kita, dan wafat bagi kita. Percaya kepada Kristus adalah jalan satu-satunya menuju rumah Bapa yang mulia. Jalan Kristus adalah jalan salib yang menyelamatkan, bukan membinasakan. Semoga kita rela menderita sengsara dan wafat demi kebenaran yang dikehendaki Allah. Kematian Kristus adalah senjata ampuh bagi kita untuk memperoleh janjiNya, yakni kehidupan kekal.

@Tempok nan Indah

EKARISTI : KRISTUS MENYERAHKAN DIRINYA UNTUK UMAT-NYA


“Ambillah, makanlah. Inilah TubuhKu yang kuserahkan bagimu. Ambillah, minumlah. Inilah DarahKu yang ditumpahkan bagi banyak orang demi pengampunan dosa.” Malam ini, lewat perjamuan terakhir, Tuhan Yesus memberikan Tubuh dan DarahNya bagi sekalian orang yang percaya kepadaNya demi satu keselamatan kekal. Dosa manusia dibayar, ditebus dan digantikan dengan diriNya sendiri. Ia menjadi hamba supaya manusia dibebaskan dari dosanya.
 
Itulah Ekaristi. Saat di mana kita berkumpul dan merayakannya. Kita berkumpul untuk mengenangkan penyerahan diri Allah bagi kita. Berbahagialah kita yang percaya kepadaNya sebab kita dibebaskan olehNya. Itulah Paskah bagi kita. Tuhan lewat dan membebaskan kita dari perbudakan dosa dan maut. Kita, yang memilih Dia sebagai Tuhan kita, diperkenankan untuk turut mengambil bagian dalam kenangan ekaristi itu. Di sana kita berjumpa dengan Dia dalam kebersamaan.

Tuhan Yesus menetapkan ekaristi kudus dan menjadi sakramen, tanda kehadiranNya bagi umat manusia. Kita diminta untuk senantiasa mengenangkanNya dengan makan dan minum bersama. Di dalam pengenangan itu TubuhNya diberikan dan DarahNya dicurahkan sebagai berkat tebusan untuk kita semua. Semoga kita tetap ingat akan pemberian diri Allah ini. Sebab sesungguhnya ekaristi menjadi sumber dan puncak bagi kehidupan Gereja.

Di dalam ekaristi kita belajar untuk memberi diri, membagi-bagikan rahmat, dan mengampuni orang lain. Semangat ekaristi itu yang harus dihidupi. Kita menyambut Tubuh dan DarahNya supaya kita hidup dan menghidupi orang lain. Di situlah kesamaan kita dengan Kristus Yesus, Anak Allah. Memberi diri bagi orang lain, bagi tugas pekerjaan kita, dan bagi kepentingan banyak orang. Karena itu, kita tidak cukup menyambutNya, melainkan membawaNya ke dalam hidup kita.

Tuhan, ajarilah kami untuk senantiasa bersandar pada kasihMu. Bukalah hati kami yang tertutup ini agar dapat memandang Tubuh dan DarahMu sendiri yang kau serahkan kepada kami. Dari situlah kami dihidupi, dibebaskan dan diselamatkan. Semoga kami pun mau menyelamatkan orang lain lewat tutur kata dan tindakan kami. Semoga juga Roh Penolong yang Kau janjikan itu menolong kami dalam ziarah hidup ini. Kiranya kami senantiasa mengenal Engkau dalam segala hal.

SELAMAT MERAYAKAN PESTA PERJAMUAN TUHAN KITA YESUS KRISTUS.
TUHAN YESUS MEMBERKATI KALIAN SEMUA.

@Tempok nan Indah
Weekend Place…

26 Maret 2013

MENGENAL ALLAH, ITU “KEBUTUHAN PRIMERKU”



Harga 30 uang perak itu biasanya disematkan pada seorang budak yang hendak dijual kepada orang lain. Begitulah pemahaman yang bisa kita temukan dalam Perjanjian Lama. Setiap budak, kecil maupun besar, biasanya diberi harga 30 uang perak itu. Itulah harga seorang budak pada saat itu.

Harga yang sama dipakai juga oleh Yudas Iskariot dalam menyerahkan Yesus kepada imam-imam kepala. Di mata Yudas, “harga” untuk Yesus sebanding dengan seorang budak yang biasanya diperjual-belikan. Begitu jahatnya Yudas memandang Yesus, padahal sudah lama ia mengikuti Yesus.

Apa gerangan Yudas menjual Yesus? Alasannya, ia tidak punya pengenalan akan Yesus. Buktinya, ketika Yesus berkata: "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya seorang di antara kamu akan menyerahkan Aku." Ada reaksi yang berbeda dari seorang Yudas, yakni: “Bukan aku, ya Rabi?”

Reaksi semua murid yang lain adalah “Bukan aku, ya Tuhan?” Ini berbeda dengan reaksi Yudas itu. Ternyata, orang perlu mengenal Yesus dengan baik sebab jika tidak, maka akibatnya sangatlah fatal, yakni menjual Yesus kepada orang lain. Inilah yang dilakukan oleh Yudas, murid Tuhan itu.

Tidak mengenal Allah itu merupakan satu kebodohan terbesar bagi manusia. Mengapa? Karena ia lupa akan hakikat dirinya. Ia lupa akan nyawanya sendiri . Terlebih, ia lupa akan siapa yang menciptakannya. Seandainya setiap orang berprinsip bahwa Tuhan adalah nyawanya, maka ia akan memeliharanya.

Mengapa aku mencari Allah? Karena Dialah kebutuhan utamaku, kebutuhan primerku. Karena itu, aku tidak mungkin “menjualNya” meski aku terhimpit oleh beban dan kesulitan hidup. Aku tak mungkin melepaskanNya jika berhadapan dengan kemegahan dunia.

Itu sebabnya aku perlu mengenal dia, bukan hanya menyebutNya sebagai pelengkap identitasku. Aku berusaha untuk tidak mengikutiNya saja, melainkan memegang tanganNya selalu agar aku tak terpisah dari padaNya. Kalau begitu, apa yang Dia bilang harus kuikuti, yang dilakukanNya, kulakukan juga.

Buah dari pengenalan adalah penerimaan. Buah dari penerimaan adalah penghayatan. Buah dari penghayatan adalah suka cita. Demikianlah jika kita mengenal Yesus, maka kita akan tahu siapa Dia dan pasti mengikuti cara hidupNya. Menolaknya? Itu tidak mungkin kalau kita mengenalNya.

@Kaki Bantik Pineleng
@Inspired: p.v.r.pr

TUHAN TIDAK MENGHENDAKI UMATNYA TERSESAT

Tidak sedikit orang yang beranggapan bahwa masalah adalah hal yang paling menyebalkan bagi hidupnya. Lebih parah lagi, ada yang beranggapan bahwa masalah itu diciptakan oleh Tuhan bagi dirinya. Sakit hati karena ditinggalkan oleh suami atau istri itu merupakan pemberian Tuhan baginya. Kecelakaan saat berkendaraan itu merupakan naas yang diberikan Tuhan bagi dirinya. Tentu saja ini merupakan anggapan yang keliru karena menuduh Tuhan sebagai pemberi semua itu.

Masalah disebut sebagai masalah apa bila apa yang dikerjakan tidak sesuai dengan apa yang diharapkan. Atau, pikiran tidak selaras dengan realitas. Atau pula, apa yang dikehendaki agar terjadi, terbukti menjadi nyata, tak kunjung tiba. Dengan kata lain, masalah itu adalah penyelewengan dari apa yang sebenarnya harus terjadi menurut kehendak dan cita-cita seseorang. Jadi, masalah itu ada pada tahap proses, cara, dan usaha dalam menggapai impian dan cita-cita.

Jelaslah bahwa tempat dan konteks masalah ada pada dunia, bereksistensi atau berada pada realitas hidup manusia. Bahkan, ia menyatu dengan manusia yang punya pikiran, akal budi dan kehendak bebas. Lantas, bagaimana orang harus menempatkan atau memposisikan masalah dalam hidupnya? Ini tidak gampang karena aktivitas tuduh-menuduh, pukul-memukul, dan “the new problem” dapat saja terjadi sebagai hasil dari penempatan itu. Karena itu orang perlu berhati-hati.

Sikap berhati-hati berarti menghindari kebiasaan tuduh-menuduh. Itu juga berarti orang bebas dari mentalitas mempersalahkan orang lain dan dengan bijak mengoreksi diri sendiri. Orang punya masalah tapi gampang sekali menuduh orang lain sebagai penyebabnya, namun dirinya sendiri diabaikan karena punya anggapan bahwa masalah itu tidak diciptakannya. Di sini, orang tidak boleh sama sekali mempersalahkan Tuhan sebagai pemberi hidup, bukan pemberi masalah.

Putera Allah datang ke dunia untuk membebaskan manusia. Ia datang dengan mengosongkan diri, tidak mempertahankan kemuliaanNya, melainkan hidup dan tinggal sebagai manusia. Dari situ, Ia rela menderita sengsara demi suatu kebahagiaan kekal yang akan dialami oleh semua orang. Orang menuduhNya sebagai pembuat onar dalam masyarakat, lalu membelengguNya, melimpahkan kesalahan atasNya, tapi Ia tidak membalas semua itu. Justru itulah saat yang tepat bagiNya untuk menyelamatkan orang-orang yang menginjak-injakNya.

“Ketika kita berhadapan dengan masalah hidup dan berhasil menjalani dan menyelesaikannya, sebetulnya bukan itu yang terpenting. Tapi yang paling penting adalah ketika kita menyadari bahwa ada maksud Tuhan dibalik semua masalah itu.” Kita perlu mengurangi atau bahkan menghilangkan kebiasaan tuduh-menuduh sebab itu mencelakakan diri sendiri. Yang terpenting dan terbaik yang bisa kita lakukan adalah mengoreksi diri dan melihat pelajaran yang tersimpan di balik masalah itu.

Yang tersimpan di balik masalah itu adalah kasih Tuhan yang begitu besar. Lantas, mengapa kita harus menuduh Tuhan? Kiranya ini perlu diperhatikan dengan baik sebelum mengambil keputusan bahwa segala problem kita disebabkan oleh orang lain, apa lagi oleh Tuhan. Tidak mungkin Tuhan menjerumuskan kita ke dalam jurang persoalan, melainkan Dia mengangkat kita supaya terbebas dan menikmati hidup yang tenang dalam naungan kasihNya.

Tuhanlah Gembala sejati yang menuntun manusia kepada padang rumput yang hijau dan air sungai yang tenang. Dia tidak menciptakan kejahatan bagi manusia, melainkan berusaha mengeluarkan manusia dari kejahatan itu. Ia selalu mencari manusia, jika manusia tersesat dan hilang. Ia memeluk kita dan memelihara jiwa supaya selalu terarah padaNya. Dialah sumber segala penghiburan, bukan persoalan. Ia menciptakan manusia supaya manusia bahagia dan memperoleh hidup yang kekal bersamaNya.

Semoga kita, yang adalah domba-dombaNya mau mendengarkanNya, bukan sebaliknya menuduhNya sebagai penyesat atas kita. Sebagai domba yang baik pasti kita mengenalNya, mendengarkan suaraNya dan mengikuti apa yang dikehendakiNya. Demikianlah kita menjadi aman dalam lindungan dan pemeliharaan serta dalam penyelenggaraanNya. Itulah Tuhan kita, Gembala yang Agung, yang berkorban untuk kita. Dekatlah dengan Dia, maka kamu akan tahu bahwa Dia bukan pemberi masalah kepadamu, tapi pemberi hidup yang damai.

@Kaki Bantik Pineleng
@Inspirated bye Bunda Atie_Jbso

25 Maret 2013

AKU INGIN TERBENAM DALAM CINTAMU, TUHAN


Di sela-sela hembusan angin malam ini, aku duduk sambil mendengarkan alunan musik yang merdu. Aku terpaku dan terpesona dalam batas-batas yang tak pasti. Air mata bercucuran karena mengingat setiap salah yang pernah kulakukan. Hati ini menangis karena pengalaman yang mencekam. Apa aku harus mematikan ingatan ini agar mata dan hati ini tak lagi menangis? Sepertinya bukan itu caranya.

Alunan musik itu sepertinya tak merdu lagi karena ingatan ini sudah mengalahkannya. Dia kalah karana banyak salah yang kumiliki. Dia kalah karena banyak hal kulakukan dengan tergesa-gesa sebelumnya. Itulah kebodohanku di kala berpapasan dengan kebenaran. Itulah kelalaianku saat berjumpa dengan cintaNya. Aku terjatuh dan rasanya tak bisa bangkit lagi menurut pandanganku.

Pandanganku boleh begitu, tapi cintaNya tak begitu. Ia malah ingin menarik aku dari lumpur kesalahan ini. Ia ingin memegang tanganku agar aku tak terpisah dari padaNya. Ia begitu baik kepadaku, hingga aku dirangkulNya. KesabaranNya sungguh tak tertandingkan. KelembutanNya sungguh tak terlawankan. Aku direnggutNya dengan cinta tanpa batas. Kini aku sadara bahwa Dialah Bapaku.

Ya, Bapa, Engkaulah penuh kemurahan dan kebenaran sempurna. Engkaulah yang membuat pelita hatiku bercahaya menyinari kegelapan. Engkaulah yang merindukan diriku masuk dalam pengetahuan, pewahyuan, dan pengenalan dirimu. Engkaulah yang mendorongku tuk terus bangkit dari setiap persoalan hidupku. Oh Tuhan, hambaMu ini terlalu bersalah. Ampunilah hambaMu ini.

PuteraMu datang menanggung rasa malu dan celaan. Dia menyelamatkan jiwa orang yang bertobat agar kami percaya dan beriman kepadaMu. Terpujilah Engkau ya Allahku. Limpahkanlah rahmat pengampunanMu kepadaku. Nyatalah karya kasih karuniaMu. Mulai sekarang aku ingin mencintaiMu dengan sepenuh hati. Aku ingin mengalami cintaMu. Binamkanlah aku di dalam cintaMu itu.

Curahkanlah Roh Kudus kepadaku dan ajarilah aku agar taat demi cinta kasih kepadaMu dan sesama. Bantulah aku menjadi laskar Kristus yang membawa orang kembali kepadaMu saat aku memberkati sesama melalui AnakMu. Semoga aku dapat menimba berkat untuk diriku ini buat mereka yang menderita. Kiranya aku dapat berenang di dalam lautan cintaMu. Aku ingin terbenam di dalamnya.

@DKI Jkrt. – Kaki Bantik Pineleng
By: C&I



24 Maret 2013

KELEDAI ITU MEMBUATKU TAK DAPAT BERKATA APA-APA LAGI



Hari ini aku cukup berterima kasih kepada Tuhan karena Ia memberiku kesempatan untuk mengelu-elukan Dia. Ia masuk ke kota Daud, Yerusalem, kota kemenangan. Di sanalah tempat ia menang atas dosa dan maut. Di sanalah Ia dengan rendah hati dan tanpa membuka mulut sedikit pun memanggul salib ke puncak Golgota. Ia dihinakan oleh manusia, namun menang dengan jaya. Jalan yang berliku-liku Ia lalui tanpa mengeluh. Semua itu demi manusia yang berteriak-teriak, “Salibkanlah Dia.”

Mereka yang mengelu-elukan Dia saat masuk melalui pintu gerbang Yerusalem kini harus tertunduk dan tersipu malu karena Raja itu disalibkan. Suara “salibkanlah Dia” nampaknya lebih besar bunyinya dari pada elu-eluan di muka pintu gerbang Yerusalem. Terlepas dari itu, Dia tetaplah Raja yang datang untuk manusia yang berdosa di hadapanNya. Dia tetaplah pelayan yang setia, rela mati di salib demi keselamatan banyak orang. Bukankah itu pekerjaan Allah? Ya, tentu saja.

Mataku tertuju pada keledai bisu yang membawa Dia masuk ke Yerusalem itu. Jalan yang berliku-liku itu ternyata dapat dilaluinya demi sang Raja Damai. Keledai itu laksana domba yang dibawa ke tempat pembantaian. Ia tidak membuka mulutnya meski akan dikorbankan. Ia tetap berada pada jalannya demi Dia yang akan dielu-elukan itu. Pekerjaannya tuntas karena ia bisa sampai ke depan pintu gerbang itu. Ia memikul Anak Manusia yang datang dari Allah untuk dan demi manusia.

Aku tertegun memandang keledai itu. Mengapa? Karena ia begitu kuat. Karena ia begitu setia. Karena ia begitu rela memikul Raja dunia. Oh… Aku ingin seperti keledai itu. Tidak bersuara, tidak mengeluh, namun tetap setia kepada Tuhan yang duduk di pundaknya. Ia tahu bahwa yang di atas pundaknya adalah sang Raja damai. Ia tahu bahwa Dia yang di atas pundaknya itu adalah Anak Allah. Itu sebabnya, ia tidak menolak waktu ditarik dari tempatnya dan dibawa kepada Tuhan.

Aku berharap di masa yang akan datang, rela memanggul Dia dalam setiap pekerjaanku. Aku ingin memuliakan Dia dalam setiap derap langkah kakiku. Aku ingin membawaNya dalam keseharian hidupku. Itu sebabnya, aku ingin mengenal Dia terlebih dahulu supaya apabila aku ditarik dari tempatku, aku tidak protes, mengeluh, namun setia kepadaNya. Tuhan terlebih dahulu setia kepadku, karena itu aku ingin setia kepadaNya juga. Aku ingin meninggalkan yang jahat demi kebaikan.

@Kaki Bantik Pineleng

22 Maret 2013

MATI BAGI DOSA, HIDUP BAGI ALLAH DALAM KASIH

Ada sinar kasih yang tidaklah memudar dari dalam hati kita, bahkan semakin tumbuh dan bertumbuh menjadi terang bagi persaudraaan kita. Dan ketahuilah, Tuhanlah yang memancarkan sinar kasih itu. Ia tahu dan mau apa dan bagaimana hidup ini harus dibentuk. Itulah kasihNya. Ia ingin kasih itu tetap tumbuh di pelataran-pelataran hati kita. Ia juga ingin, kasihNya itu tumbuh dalam kerja kita setiap hari. Semoga kita senantiasa merindukan kasih itu...

Kasih tetaplah bertujuan, "memberi kebaikan” agar orang lain mendapat atau menikmatinya. Seperti pepatah "hanya memberi tak harap kembali bagai sang surya menyinari dunia.” Bila pagi itu datang, kasihNya telah menjemput. Bila siang itu datang, kasihNya telah mendahului. Dan bila malam datang, kasihNya itu tetap ada di dalam diri kita. Kasih itu senantiasa menjamin hidup dalam kesetiaan. Oh Kasih kehadiranmu sungguh mengubah pikiran, hati dan dunia

Banyak yang menolak kasihNYA. Diberkatilah orang yang terbuka hatinya. Ia dikasihi Allah dengan kasih abadi. Namun banyak yang menolak kasihNYA. Allah begitu mengasihi dunia. Maka Allah mengutus puteraaNYA ke dunia. Anak Allah mengerjakan pekerjaan Bapa. Namun manusia menuduhNYA penghujat. Dosa telah membutakan mata hati. Allah mengkehendaki manusia bertobat. Lahir kembali menjadi manusia baru. Aku mau mati bagi dosa dan hidup bagi Allah.

by : CL + IF
@DKI Jkrt. - Kaki Bantik Pineleng

SUNGGUH MENYENANGKAN BILA DIRINDUKAN OLEH TUHAN



Beberapa hari ini aku bergumul dengan diriku bila bertemu dengan Kasih Tuhan yang senantiasa mengalir dalam hidupku. Tuhan “menggratiskan” kasihNya kepada manusia, termasuk aku yang kecil ini. Ia memberikan kasihNya secara cuma-cuma, tak perlu bayar, tak perlu pungut biaya dari manusia.
 
Mengapa begitu? Karena aku dan Anda adalah milikNya. Tuhan merindukan kita agar kelak kembali kepadaNya. Karena itu, kita diminta untuk menunjukkan sikap hidup yang pantas untuk dirindukan Tuhan. Bunda Maria adalah orang pertama yang menunjukkan sikap itu, maka ia diangkat ke surga.

Di dalam perjalanan penderitaan Puteranya, Maria ada. Di bawah kaki salib Tuhan, Maria ada. Ia lantas diangkat ke surga karena Allah merindukannya. Ia kembali ke tempat yang sebenarnya, yang telah Ia janjikan kepada manusia. Mari kita belajar dari Bunda Maria supaya kelak kembali ke rumah Bapa juga.

Allah memanggil kita untuk setia kepadaNya, bukan berkeras kepala dan sebagainya. Itulah Bunda Maria, perawan yang sangat terpuji itu. Ia dikandung tanpa noda, diperkenankan mengandung Yesus, berjalan bersama Yesus, dan diangkat ke surga. Oh… Maria, kau Bunda kami. Doakanlah kami…

Tuhan, ajarilah kami untuk setia kepadaMu. Karena kesetiaan itulah, kami dirindukan oleh Engkau seperti BundaMu, Maria. Jadikanlah hati kami seperti hatiMu supaya kami pun dapat menikmati janji Kristus, yaitu kembali kepadaMu. Kami ingin dirindukan, maka buatlah kami menjadi anak-anakMu.

@Kaki Bantik Pineleng

YESUS ITU ANAK ALLAH


Hari ini kita mengenangkan sengsara Tuhan kita Yesus Kristus. Kita berjalan bersama Dia di jalan penderitaan itu. Perjalanan itu akan berakhir pada puncak Golgota. Semoga di puncak itu, kita menyerukan hal yang sama yang diserukan oleh kepala pasukan:

"Sungguh, orang ini adalah Anak Allah!" (Mat. 27:54)

Pengakuan itu sulit ditemukan dalam dari orang-orang Farisi dan ahli-ahli Taurat. Mereka lebih memilih untuk menolak Yesus dan menyalibkanNya dari pada mengakui Dia sebagai orang yang datang dari Allah. Semoga kita tidak sama seperti mereka ini.

@Kaki Bantik Pineleng