(Refleksi tentang Kematian Manusia)
Selalu menarik
kalau berbicara tentang "kematian." Apakah orang yang mati itu hanya
tertidur? Bagaimana manusia dapat mati? Mengapa manusia harus mati? Adakah
manusia yang luput dari kematian? Untuk apa manusia harus mati? Kapan manusia
mati? Di mana ia mati? Apakah kematian itu adalah akhir dari segalanya? Itulah
berbagai pertanyaan seputar kematian yang sudah pasti dialami manusia.
Sahabat, ada begitu
banyak orang yang tidak percaya kepada TUHAN. Dengan kemampuannya sendiri, ia
meninggalkan TUHAN dan menganggap diri sudah tahu segalanya. Lebih parah lagi,
ia meminta agar manusia tidak boleh percaya kepada yang namanya TUHAN itu.
Seakan-akan, TUHAN memang tidak penting dan tak berguna bagi manusia.
Lantas bagaimana
kita harus menjelaskan dan memberi kesimpulan atas kematian orang (yang tidak
percaya kepada TUHAN) itu kelak? Yang dapat kita simpulkan adalah
"kematiannya tak berbeda dengan jauh dengan hewan atau tumbuhan." Itu
berarti, kematiannya tak ada arti dan maknanya. Ia memang mati, tetapi
kematiannya tidak sama dengan orang yang percaya kepada TUHAN.
Sahabat, HANYA di
dalam TUHAN, kematian kita menjadi berarti dan bermakna. Di luar Dia, tak ada
arti dan makna yang lebih baik dari kematian makhluk hidup yang lain. Kita
bukanlah robot yang sudah otomatis kerjanya. Kita adalah manusia yang hidup
untuk memuji dan memuliakan TUHAN. Karena itu ketika kita mati, kita akan
dijemput-Nya. Ini berarti, kematian kita tidak sia-sia.
Bagi kita yang
percaya kepada TUHAN, kematian bukanlah sebuah derita atau kekejaman atau akhir
dari segalanya, melainkan pembaharuan bahkan pembaruan atas hidup kita di dunia
ini. Tidak mungkin TUHAN hanya menciptakan kita dan tidak melihat kematian
kita. Ia ada dengan kita saat diciptakan, pun saat mati. Malahan, Ia jugalah
yang memperhatikan hidup kita.
Kalau begitu, tidak
ada alasan bagi kita untuk menolak TUHAN. Seandainya kita menolak-Nya, maka
sia-sialah hidup kita ini. Sia-sialah apa yang kita perjuangkan selamat
"beredar" di bumi nan megah ini. Kita memang tidak melihat TUHAN
secara langsung, tetapi iman kita melihat-Nya. Dengan mata iman, kita melihat
kemuliaan-Nya yang tersembunyi di balik perbuatan baik kita di dunia ini.
Sahabat, percaya
kepada TUHAN bukanlah sebuah kesia-siaan bagi kita. Justru saat itu kita sedang
merajut tali persatuan dengan-Nya. Betapa menggembirakan bila kita tinggal
bersama Dia yang selalu membimbing kita. Kepercayaan kita kepada-Nya
menyempurnakan hidup kita sendiri. Ia menciptakan kita, maka kita berhak
(bahkan juga wajib) percaya kepada-Nya. Maka, kematian kita ada kejelasannya.
Lembah Bantik
Pineleng
Tidak ada komentar:
Posting Komentar