(Refleksi Teologis atas Cinta Allah dan Cinta Manusia)
Tidak
sedikit orang yang coba untuk mengartikan dan mendefenisikan kalimat ini:
"I Love You." Terlebih, kata "Love" yang terkandung di
dalamnya. Pasti bahwa "I Love You" berarti "Aku Cinta
Kamu." Pasti juga bahwa "Love" berarti "Cinta." Kalau
ada kepastian di sana, apa yang menjadi ketidakpastiannya? Karena, kalau
mengatakan pasti, harus ada ketidakpastiannya. Saat orang menyadari akan
"kepastian," saat itu juga ia sadar bahwa ada
"ketidakpastian" di sana.
Lantas
apa yang menjadi arti dan defenisi dari kalimat "I Love You" dan kata
"Love" yang terkandung di dalamnya? Pertama, kalimat itu terdiri dari
3 kata bahasa Inggris. Sedangkan kata "Love" itu juga bahasa Inggris.
Kalau diIndonesiakan, maka masing-masing berarti "Aku Cinta Kamu" dan
"Cinta." Ini merupakan "isi" pemberian Allah kepada
Manusia. Bahwa Allah mencintai Manusia, dan Manusia mencintai Allah. Allah
memberi Cinta dan menempatkannya dalam diri manusia supaya Manusia
mencintai-Nya pula.
Itulah
relasi sesungguhnya yang terbentuk antara Allah dan Manusia. Sebaliknya, bukan
relasi "Tuan" dan "Budak." Kalau tuan seringkali
memperlakukan budak sebagai orang kecil, pembantu, dan pelayan yang bekerja
siang dan malam tanpa mengenal waktu. Justru sebaliknya relasi antara Allah dan
Manusia adalah relasi Cinta. Allah mengangkat manusia kepada martabatnya yang
sesungguhnya, itulah partner-Nya. Bukan sebagai budak, tetapi teman sekerja
Allah. "Kalau pun" budak, itu adalah budak yang telah dimerdekakan oleh-Nya.
Cinta
Allah kepada Manusia sedemikian besarnya, sehingga Ia sendiri datang dan
mencari yang hilang dari hadapan-Nya. Bukan saja Ia pergi mencari, tetapi juga
memberi makan, menyediakan padang rumput yang hijau dan air yang tenang kepada
umat-Nya. Yang terluka disembuhkan-Nya, dan yang sakit diobati-Nya. Apakah
Manusia sehingga Kau memperhatikannya, mengindahkannya dan mengingatkannya?
Demikian seruan sang pemazmur. Intinya, manusia berharga di mata Allah. Allah
mencintai Manusia, bahkan rela mati untuk Manusia.
"Allah
mengerti, Allah peduli." Benarlah lantunan lagi itu. Bukan sekedar
mengatakan atau mengerti bahwa Ia cinta kepada Manusia, tetapi menunjukkan
secara langsung apa yang menjadi isi dari pengertian-Nya. "I Love
You" memang berlaku bagi Allah untuk Manusia, tetapi lebih jauh dari itu,
Ia menunjukkannya kepada Manusia. Bahkan, keberadaan Manusia itu pun adalah
bentuk Cinta-Nya kepada Manusia. Sampai pada kedatangan-Nya untuk melawat
Manusia dan wafat demi Manusia, itu tanda Cinta-Nya kepada Manusia. Oh...
Allah...!!!
Menjawab
pertanyaan tentang ketidakpastian di atas. "Kalau ada kepastian, maka
harus ada ketidakpastian." Hal yang pasti adalah adanya relasi Cinta
antara Allah dan Manusia. Pasti bahwa Allah mencintai Manusia, sekaligus mewujudkan
cinta-Nya itu. Menjadi ketidakpastian ketika Cinta itu ada pada Manusia.
Kadang, mencintai Allah dilihat sebagai hal yang sangat sulit, bahkan tak bisa
sama sekali. Kalau pun mencintai, itu hanya sebatas bibir, tidak sampai pada
hati, tangan dan kakinya. Tidak sampai pada keutuhan dirinya sebagai Manusia.
Saudara,
lihatlah dirimu saat ini. Lengkap kan? Orang buta, timpang, bisu atau cacat
sekalipun sebenarnya merasa diri lengkap. Kelengkapan itu ditemukan dalam
kecintaan mereka pada Allah. Kalau Allah begitu mencintai kita, mengapa kita
tidak bisa membalas cinta-Nya? Jangan terhimpit dengan kemewahan dunia ini,
tetapi terhimpitlah dengan kemewahan surgawi. Yesus, Sang Bijaksana yang paling
agung itu, telah mengajarkan segal hal kepada kita, maka marilah kita hidup
sesuai ajaran-Nya itu. Janganlah menyesatkan dirimu sendiri sehingga harus
terhimpit dan jauh dari kawanan domba yang lain. Buatlah satu kepastian bahwa
kamu mencintai Allah, dengan segenap jiwamu, akal budimu, ragamu dan seluruh
hidupmu. Kalau demikian, kamu akan layak di hadapan-Nya.
Lembah
Bantik Pineleng
Tidak ada komentar:
Posting Komentar