21 Oktober 2012

MULUTMU adalah HARIMAUMU



 Mari Berefleksi di Siang Bolong


 
Sering, apa yang keluar dari mulut tidak terpikirkan terlebih dahulu. Orang jatuh pada ketimpangan dirinya sendiri, TERLALU melibatkan dan mendominasikan aspek perasaannya sendiri. Padahal, keduanya harus disesuaikan, barulah didiskusikan. Tidak bisa memang kalau hanya salah satu dari kedua itu yang dititikberatkan, sebab manusia itu utuh pada dirinya. Sebaliknya, manusia tidak terpecah-pecah. Manusia tidak hanya ditentukan dari perasaannya saja, tapi juga dari apa yang dipikirkannya. Hingga pada akhirnya, semua itu tertuang dalam perbuatannya yang nyata.

Memang sangat aneh, jika ada orang yang mengatakan sesuatu agar orang lain melakukannya, namun kemudian dia sendiri bahkan melupakannya, seolah-olah pikun dan bodoh. Itu berarti, ia mengatakan tapi sebelumnya tidak memikirkannya. Sebab yang dikatakan itu hanya berlandaskan pada perasaannya yang kolot dan kerdil. Maka tak heran, orang Minahasa berkata: “Makang jo tu perasaan.”

Ada orang yang hidupnya hanya dihantui dengan perasaannya, tanpa berpikir, seolah-olah hidupnya adalah perasaannya saja, hingga matipun hanya perasaan. Secara tidak langsung, ia sendiri telah mematikan kerinduan sang OTAK untuk berpikir. Mbak Sis dan Mas Bro, keduanya dong. Maka sudah pantaslah orang itu berjalan dalam ketimpangan, padahal jalan yang dilaluinya rata dan lurus lagi.

Semua itu hendak mengungkapkan “kecelakaan” yang sedang dideritanya. Dan benarlah bahwa “Mulutnya adalah Harimau” bagi dirinya sendiri. Karena itu, ia pantas menerima pepatah selanjutnya: “Sudah jatuh, tertimpa tangga pula.” 

Lembah Bantik Pineleng

Tidak ada komentar:

Posting Komentar