Yohanes Pembaptis adalah nabi terakhir dalam Perjanjian Lama.
Di sungai Yordan, ia berdiri dan membaptis orang-orang berdosa yang datang
kepadanya. Baptisannya adalah baptisan tobat yang menandakan bahwa Kerajaan
Allah sudah dekat. Ini sekaligus mengingatkan bangsa Israel akan pembebasan dan
rahmat yang diterima pada masa yang lampau.
Karenanya, pertobatan itu dipandang sebagai jalan menuju
Kerajaan Allah; itulah jalan tobat. Setiap orang dituntut untuk mempersiapkan
jalan yang permanen, yaitu jalan batin di dalam hati manusia, bukan jalan pasir
yang gampang sekali dilenyapkan angin.
Namun demikian, pertobatan ini tidak dimaksudkan pada aspek
batiniah semata, melainkan juga aspek lahiria. Jadi, pembaptisan tobat yang
dibuat oleh Yohanes Pembaptis itu menyentuh perubahan batin dan perubahan
sikap. Dengan demikian, orang dinyatakan siap untuk menyambut kedatangan Allah
dan Kerajaan-Nya.
Itulah kebenaran yang diwartakan oleh Yohanes Pembaptis di
padang gurun dan sungai Yordan. Karena itu, barang siapa yang bertindak keliru
atau pun salah pasti mendapat teguran dari sang Nabi. Sebagai contoh, Herodes.
Herodes mengambil istri saudaranya. Sikap ini tidak dapat dibenarkan. Karena itulah,
Yohanes menegurnya. Di samping itu, Herodias, istri Herodes, tidak menerima
teguran yang sama. Itulah sebabnya, ia menghendaki agar kepala Yohanes
Pembaptis dipenggal.
Kadang kala orang mendengung-dengungkan kebenaran, namun sulit
untuk mewujudkannya dalam hidup. Berhadapan dengan itu, keputusan atau janji yang
bersifat ‘instan’ gampang untuk diutarakan. Akibatnya, orang lain memperoleh
getahnya; orang lain dikorbankan.
Kalau demikian, Kerajaan Allah sukar untuk direalisasi dalam
hidup manusia. Kebenaran sukar untuk dihidupi hanya karena sikap, sifat dan
tindakan yang tidak seharusnya diekspresikan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar