16 Februari 2013

DASAR HIDUP KITA ADALAH ALLAH, BUKAN YANG LAIN



Minggu, 17 Februari 2013

Allah, melalui Musa, memperingatkan kepada bangsa Israel bahwa Dialah Allah yang menyertai bangsa itu dalam sejarahnya. Jaminan hidup, pembebasan di Mesir semata-mata “adalah dan kerena” Allah. Malahan, Allah menjanjikan kepada bangsa itu suatu negeri yang berlimpah-limpah susu dan madunya. Allah ada dan senantiasa memperhatikan bangsa itu. Itulah sebabnya, hasil panen yang pertama yang diperoleh bangsa Israel hendaklah dipersembahkan kepada Allah. Hasil itu bukan untuk “dimakan” sendiri tetapi disyukuri, untuk memuliakan Allah.

Yesus dengan tegas menolak semua godaan itu, sebab hidup sepenuhnya tidak didasarkan atas godaan-godaan itu, melainkan pada Tuhan yang memberi hidup itu. Bumi dan segala isinya diberikan oleh Tuhan bukan untuk menjerumuskan manusia ke dalam dosa dan kesalahan melainkan dipergunakan sebagai persembahan dan ucapan syukur kepada-Nya. Yesus berkata: “Manusia tidak hidup dari roti saja, melainkan dari setiap sabda yang keluar dari Allah.” Sabda itu adalah Yesus sendiri. Ia menjelma menjadi manusia dan menjadi korban tebusan dari Allah. Kalau begitu, manusia tidak dapat hidup di luar Yesus.

Kepada jemaat di Roma, Santo Paulus menasehatkan agar orang mengakui dengan mulut bahwa Yesus adalah Tuhan, dan percaya di dalam hati bahwa Allah telah membangkitkan Yesus dari antara orang mati. Dengan begitu, keselamatan menjadi nyata. Kalau hidup itu terarah pada Tuhan saja, maka segala sesuatu yang kita miliki akan dipergunakan sebagai sarana untuk memuliakan Dia. Barang-barang duniawi adalah pemberian Tuhan kepada kita, umat-Nya. Semua itu digunakan untuk memperoleh keselamatan di dalam Dia, bukan kebinasaan. Jadi, hidup doa dan spiritualitas adalah nomor satu, yang utama dan terutama.

Bagi orang Yahudi, berpuasa yang benar adalah bukan soal menghindari makan dan minuman, melainkan membangun hidup doa yang benar kepada Allah. Di samping itu, memberi sedekah kepada orang lain adalah wujud konkrit kepercayaan dan doa serta hubungan kita kepada Allah. Malahan, orang Yahudi menganggap makanan dan minuman itu adalah pemberian Tuhan sendiri. Kalau begitu, hubungan kita dengan Allah perlu dijaga, dirawat dan dieratkan supaya setiap godaan yang datang bisa dilawan dan dimusnahkan. Sedangkan hal-hal duniawi merupakan tanda ucapan syukur dan persembahan kita kepada Allah dan sesama, bukan untuk “dimakan” sendiri.

“Ya Tuhan, lindungi kami di dalam kesesakan”

Dalam Naungan Bukit Bantik Pineleng

Tidak ada komentar:

Posting Komentar