25 Februari 2013

ANTARA ALLAH, DUNIA & PEMIMPIN

Mat. 23:1-12

Dulu, dalam sejarah Gereja, agama itu satu dengan negara. Kekristenan itu adalah kekaisaran dan sebaliknya. Keduanya menjadi satu, tak dapat dipisahkan. Tapi toh akhirnya dipisahkan juga keduanya karena peradaban manusia dan atas kuasa Yang Ilahi. Negara tidak lagi menjadi bagian dari agama, dan atau kekaisaran bukan lagi kekristenan. Kekuasaan yang dipegang oleh kepausan, baik negara maupun kekristenan, harus dinyatakan berlainan. Demikianlah yang duniawi dipisahkan dengan Yang Ilahi. Yang sekuler dipisahkan dengan yang sakral.

Meski demikian, dalam pandangan agama (kekristenan), segala sesuatu diciptakan oleh Allah dan untuk Allah. Dunia yang katanya sekuler atau profan justru diberdayakan demi kemuliaan Allah. Allah memberi kepada manusia dunia beserta isinya, dan itulah yang digunakan manusia untuk memuji dan memuliakan Allah. Maka, orang tidak pantas mencela dunia dan isinya, melainkan memanfaatkannya sesuai rencana dan kehendak Allah sendiri. Dunia bukanlah perusak akhlak manusia, melainkan membentuk pribadi manusia supaya terarah kepada Allah.

Bukankah Allah menciptakan segala sesuatu baik adanya? Lantas mengapa manusia berargumen bahwa dunia itu jahat, dunia itu kotor dan sebagainya? Tidakkah manusia telah mencela Allah karena argumennya itu? Tidak ada yang jahat di dunia ini, yang jahat adalah pikiran manusia. Karena ego dan kepentingannya, ia membelokkan diri ke arah jurang. Itulah yang diperlihatkan beberapa orang yang duduk di kursi kepemimpinan. Bagi mereka itu, memimpin adalah kesempatan terindah untuk mewujudkan keinginan dan kepuasan mereka. Caranya? Jahat adanya.

Uang memang paling dibutuhkan oleh setiap orang, tapi bukan berarti harkat, derajat dan martabat seseorang dipertaruhkan demi uang itu bukan? Posisikanlah dirimu pada tempatnya yang sebenarnya. Kendalikan ego dan kepentingan pribadimu. Kalau Anda sedang memimpin, pimpinlah dengan adil, bijak, jujur dan bertanggungjawab. Jangan memimpin untuk mencuri. Jangan memimpin untuk memeras. Dan jangan memimpin untuk menyusahkan masyarakat. Pemimpin yang baik adalah dia yang mendengarkan sabda Allah dan melakukannya.

Kalau demikian adanya, maka Allah tidak bisa dipisahkan dari manusia. Allah tidak bisa diabaikan kala orang ingin melakukan sesuatu di dunia ini. Di dalam Allah, segala sesuatu menjadi baik, berguna dan bermartabat. Mengandalkan Allah dalam kepemimpinan adalah cara yang paling bijak, yang dipilih dari semua pilihan yang ada. Inilah yang sebetulnya diungkapkan oleh Yesus, Putera Allah pada hari ini. Memimpin itu adalah kesempatan untuk melayani. Siapa yang terbesar di antara kamu, hendaklah ia menjadi pelayanmu, bukan menjadi “bos” yang santai.

@dalam naungan bukit bantik pineleng
#hujan deras mengguyur ^_^

Tidak ada komentar:

Posting Komentar