
Kasih setia Tuhan bagaikan hujan yang turun bagi
semua orang. Kasih-Nya sama untuk semua orang, tanpa membeda-bedakan. Siapa
yang lihai dan pandai serta bijak menerima berkat itu, ia memperoleh hidup.
Siapa yang berusaha untuk menanam 'padi' atau 'jagung' pada musim hujan,
daripada duduk malas, akan memperoleh hasil yang baik baginya. Yesus datang
untuk semua orang, tetapi orang Farisi itu tidak mengenal-Nya sebagai
Penyelamat. Malah sebaliknya, ia mempertahankan kebiasaan lama yang sebenarnya
baik tetapi telah dicampur-adukan dengan kesombongan, dan kemunafikan maka
menjadi sebuah aturan belaka, yang tak berpengaruh bagi hidup keagamaannya dan
dirinya sendiri. Karena itu, Yesus mengharapkan agar apa yang dilakukannya
sungguh-sungguh keluar dari hati dan budinya serta merupakan keinginan terbesarnya
sebagai orang yang percaya kepada Allah, bukan semata-mata kerana aturan.
Karena itu pula, St. Paulus, dalam suratnya kepada jemaat di Galatia menegaskan
bahwa kita ini adalah anak-anak Allah kalau kita mendengarkan Allah, menerima
Allah dengan sungguh-sungguh. Bukan sunat atau tidak bersunat yang menentukan
kita menjadi anak-anak Allah, melainkan karena kita beriman kepada-Nya. Inilah
isi dari 'cawan' dan pinggan itu.
Tuhan meminta kita untuk menjalankan apa saja
(termasuk praktek hidup keagamaan kita) dengan baik, dan sungguh-sungguh keluar
dari hati kita. Sebaliknya, Ia tidak berharap agar kita melakukan segala
sesuatu hanya karena: keterpaksaan aturan, atau supaya dilihat orang, atau
supaya dipuji orang, dan atau supaya memenuhi syarat belaka. Aturan dan tradisi
bukanlah yang memberi kekudusan kepada kita sehingga layak di hadapan Allah,
melainkan iman, hati dan perbuatan kita. Mari, kita belajar untuk melihat
kehadiran Tuhan sebagai pemenuhan atas undangan dan kerinduan kita untuk menerima
kasih setia dari pada-Nya. Semoga kasi setia-Nya membakar jiwa dan raga kita
agar dalam menjalankan hidup ini kita senantiasa berbuat sesuatu hanya karena
ingin memuliakan nama-Nya dan ingin pula menghidupi sesama. Sebaliknya, bukan
menghidupi kesombongan dan kemunafikan dalam diri kita.
Sari Khotbah P. J. S. Pr.
Lembah Bantik Pineleng
Tidak ada komentar:
Posting Komentar