5 Oktober 2012

Liturgi & Calon Imam

Catatan Kuliah Semester I - Sekolah Tinggi Filsafat Seminari Pineleng, 2009
Mata Kuliah : Pengantar Liturgi
Oleh : Fr. Ignasius Fernatyanan
Dosen Pembimbing: Pst. P. Pitoy, MSC

PENGANTAR
          Dunia sekarang dikenal dengan dunia hitam atau dunia mejik. Berbagai macam hal dapat dilakukan orang agar dapat memperoleh kesuksesan dan keberhasilan, salah satu cara yang orang bisa tempuh yakni melalui dunia hitam itu. Pengetahuan mereka tentang hal itu sangatlah cukup tetapi mereka tidak sadar bahwa mereka mengalami kekeringan dalam iman, di mana mereka telah meninggalkan Tuhan padahal mereka sendiri memiliki kepercayaan terhadap Tuhan. Bagi Gereja dan calon imam, hal itu haruslah tidak menjadi perhatian dalam hidup menggereja. Sumber kesuksesan dan keberhasilan adalah dari Tuhan sendiri sebagai pemberi segalanya.
          Dalam tulisan singkat ini akan dibahas mengenai peran liturgi dalam kaitannya dengan umat beriman dan calon imam. Pada bagian pendahuluan akan dilihat mengenai masalah pokok orang berimam dalam menjalin hubungan dengan Allah. Berikutnya akan dibahas secara singkat tentang arti dan sejarah singkat liturgi yang merupakan jalan untuk bertemu dengan Tuhan. Kemudian dilanjutkan dengan melihat sedikit tentang calon imam yang merupakan calon pemimpin juga bagi umat beriman. Semoga pembaca merasa senang dengan membaca tulisan ini dan boleh memaknai serta merenungkannya. Selamat membaca!


PENDAHULUAN
Satu hal yang dapat membantu umat beriman untuk selalu dekat dengan Tuhan adalah liturgi. Liturgi merupakan sumber dan puncak dari kehidupan umat bariman dalam usaha untuk menemukan Yesus Kristus. Melalui liturgi, kerinduan untuk berjumpa dengan Tuhan sangatlah mudah untuk terlaksana. Gereja dan calon imam perlu untuk menghayati liturgi secara lebih mendalam sebab itulah yang merupakan ciri khas dan eksistensi dari umat beriman. Umat beriman tanpa liturgi adalah kosong, jadi hal ini perlu untuk dimaknai dan dilaksanakan dalam kehidupan nyata. Dalam hal ini,  diberikan sedikit gambaran mengenai liturgi itu sendiri dalam kaitannya dengan umat beriman dan calon imam yang menjadi pelaksana liturgi.
Yang menjadi pokok permasalahan dalam liturgi pada saat ini yakni, semakin memudarnya semangat penghayatan liturgi dari Gereja dan calon imam. Umat beriman dan calon imam kurang memahami apa sesungguhnya dan hakekat perayaan liturgi di dalam Gereja. Sekarang ini, umat beriman sendiri sudah agak menepi dari kegiatan liturgi dalam gereja. Padahal jika dibandingkan, kegiatan liturgi sangat membantu kita untuk menemukan arti hidup yang sebenarnya. Gereja sendiri seakan mulai meninggalkan Tuhan dalam segala hal teristimewa dalam liturgi. 

BAB I  : ARTI DAN SEJARAH LITURGI  DALAM GEREJA

A. Pengertian Liturgi
1. Arti dan  sejarah istilah liturgi
Kata liturgi berasal dari bahasa Yunani leitourgia. Kata leitourgia terbentuk dari akar kata ergon, yang berarti ‘karya’, dan leitos, yang merupakan kata sifat untuk kata benda  laos (=bangsa). Secara harafiah, leitourgia berarti ‘kerja’ atau ‘pelayanan yang dibaktikan bagi kepentingan bangsa’. Dalam masyarakat Yunani kuno, kata leitourgia dimaksudkan untuk menunjuk kerja bakti atau kerja pelayanan yang tidak dibayar, iuran atau sumbangan dari warga masyarakat yang kaya dan pajak untuk masyarakat atau negara. Dengan begitu menurut asal-usulnya, istilah leitourgia memiliki arti profan-politis dan bukan arti kultis sebagaimana biasa kita pahami sekarang ini. Sejak abad ke-4 sM, pemakaian leitourgia diperluas, yakni untuk menyebut berbagai macam karya penyelamatan. (Emanuel Martasudjita Pr. Pengantar Liturgi, hal. 18)

 2.   Pengertian liturgi zaman ini
           a.    Pandangan populer mengenai liturgi
Di kalangan umat dan bahkan biarawan dan biarawati serta calon imam, ‘liturgi’ seringkali dipahami sebagai upacara atau ibadat publik Gereja. Kalau berbicara mengenai liturgi, orang akan langsung berpikir tentang urutan upacara, para petugas, peralatan yang harus ada dan sebagainya. Pandangan makna liturgi seperti itu rupanya kini masih populer dan masih banyak dianut, sadar atau tidak sadar, oleh hampir semua lapisan umat beriman. Dengan kata lain, ada kecenderungan umum untuk melihat liturgi hanya dari segi-segi luarnya yang walaupun penting juga namun belum menyentuh makna dan hakekat liturgi yang sesungguhnya.
          b.   Liturgi menurut Vatikan II
Alangkah baiknya kita juga melihat pengertian liturgi yang sewajarnya menurut Vatikan II yang dituangkan dalam Konstitusi Liturginya, Sacrosanctum Concilium. Hasil ini dipikirkan dan direfleksikan  selama bertahun-tahun oleh bapa-bapa Gereja yang menguras tenaga dan pada akhirnya merumuskannya dengan baik. Dalam Sacrosanctum Concilium, liturgi dipandang sebagai pelaksanaan tugas imamat Yesus Kristus. (Emanuel Martasudjita, Pr. Pengantar Liturgi, hal. 24-26). Secara sederhana hendak mengatakan bahwa segala sesuatu yang telah dilaksanakan oleh Yesus mesti dipraktekkan oleh umat beriman. Tugas imamat Yesus Kristus adalah mewartakan sabda Allah bagi umat manusia demi satu keselamatan kekal di surga. Hal ini perlu untuk ditumbuh-kembangkan dan dihayati oleh mereka yang secara sadar mengikutiNya. Inilah yang secara umum dimaksudkan dengan liturgi, merayakan dan melaksanakan apa yang diajarkan oleh Yesus Kristus sejak dua ribu tahun yang lalu. Dengan ini, Sacrosanctum Concilium hendak mengatakan bahwa liturgi sewajarnya adalah tindakan merayakan tugas imamat Yesus Kristus oleh Tubuh Mistik Kristus yakni umat beriman dengan Yesus sebagai kepala.

B. Teologi Liturgi
Rumusan “iman Gereja akan misteri penyelamatan Allah” merupakan tanggapan atas tindakan penyelamatan Allah. Dengan demikian, liturgi merupakan suatu dialog keselamatan antara Allah dan manusia. Secara teologis, liturgi merupakan tindakan penyelamatan dari Allah sendiri bagi umatNya dan penyelamatan itu dilaksanakan oleh PuteraNya Yesus Kristus dalam persekutuan dengan Roh Kudus. Hal ini berarti, liturgi merupakan tempat perjumpaan antara Allah dan manusia melalui Yesus Kristus yang dalam perjumpaan itu terjadi penyelamatan oleh Allah terhadap manusia. Proses penyelamatan yang ditawarkan dan dilaksanakan oleh Allah itu dikerjakan bersama-sama dalam ke-Trinitasan Allah, yakni Bapa, Putera dan Roh Kudus sekaligus.  Yang dilakukan oleh Putera terhadap Gereja adalah yang dikehendaki oleh Bapa dan terjadi dalam campur tangan Roh Kudus pula. Dengan demikian, Bapa dipermuliakan dalam Kristus. (Emanuel Martasudjita, Pr. Pengantar Liturgi, hal. 27-28)
Di dalam diri Allah ada relasi komunikasi antara Bapa, Putera dan Roh Kudus. Dalam Trinitas ini diwahyukan sejarah keselamatan manusia dan keselamatan itu telah dikerjakan sejak dunia dijadikan dan puncak keselamatannya pada pemenuhan janji akan kedatangan Kristus Sang Anak Domba Allah di dunia ini. Allah sendiri bekerja untuk menyelamatkan manusia karena Ia tahu bahwa manusia adalah karya ciptaanNya. Karena penyelamatan itu, Gereja perlu untuk meluhurkan dan memuliakan Allah di sepanjang hidupnya. Allah menguduskan manusia dan manusia menanggapinya dengan memujiNya. Inilah yang disebut dengan tindakan Sanctificatio dan Glorificatio. Pengudusan dari pihak Allah sedangkan tindakan memuliakan dari pihak manusia.
C. Spiritualitas Liturgi 
Liturgi sebenarnya adalah perayaan bersama(banyak orang) demi kepentingan bersama atau untuk kepentingan umum. Paham ini jelas berdasarkan makna asli kata liturgi dalam bahasa Yunani: leitourgia (=kerja bakti) yang terbentuk dari kata leitos (=berkaitan dengan banyak orang ) dan  ergon (=kegiatan). Berarti liturgi dirayakan sedemikian rupa sehingga anggota-anggota persekutuan atau para peraya menyadari sungguh-sungguh peran umum dan khusus dalam perayaan demi kepentingan banyak orang, termasuk orang-orang yang sama sekali tidak dikenal, demi kepentingan kerajaan Allah atau demi rencana dan karya Allah untuk keselamatan banyak orang. Inilah yang kita sebut semangat hidup liturgis, semangat karena menyadari tugas dan tanggungjawab pribadi demi kepentingan banyak orang, semangat saling melayani, saling mendukung dan menghargai peran khusus demi kebersamaan, semangat hidup altruistis. (Majalah: Liturgi, Sumber dan Puncak. Edisi Maret-April 2008). Semangat ini diusahakan dengan sadar dan sengaja, tidak hanya di dalam perayaan liturgi tetapi juga dalam setiap kegiatan di tengah Gereja. Di sini hendak ditekankan tentang buah-buah dalam berliturgi dan layak untuk dipraktekkan dalam kehidupan nyata. Menimba sesuatu yang baik dari liturgi adalah hal yang dibutuhkan dan sangat diharapkan dalam membangun relasi yang baik antar sesama umat beriman dan terlebih Yesus Kristus.
Liturgi digunakan untuk menyebut salah satu dimensi kehidupan Gereja karena Gereja adalah tanda dan sarana persatuan mesra antara manusia dengan Allah dan kesatuan umat manusia. dengan berliturgi, Gereja mengambil bagian dalam tugas Kristus sebagai imam karena Ia adalah yang kudus dari Allah. Istilah spiritualitas digunakan untuk menyebut suatu gaya hidup seseorang atau Gereja yang kudus karena berelasi dengan yang kudus. Semangat untuk berliturgi pertama-tama untuk menunjukan ciri khas umat beriman bahwa dalam menjalani hidup ini tidak pernah Gereja  terlepas dari tindakan penyelamatan dan bimbingan Allah dalam Kristus. Merayakan tugas imamat Kristus dalam hidup Gereja mengandung arti bahwa Gereja telah memberi diri untuk bergabung dalam karya penyelamatan Allah itu.

BAB II : REFLEKSI LITURGI DALAM LINGKUP KAUM BERJUBAH (CALON IMAM)

 A. Pengertian Calon Imam
Calon imam adalah mereka yang dipersiapkan secara khusus untuk menjadi seorang imam. Imam dari kata Arab yang berarti pemimpin ibadat dan atau umat. Perjanjian Baru menggunakan kata imam hanya untuk imam Yahudi dan Kristus sebagai Imam Agung. Kristus menyelesaikan imamat dan segala kurban Perjanjian Lama dengan mengurbankan diri di kayu salib. Kurban ini memadai untuk segala zaman, sehingga kurban sembelihan Yahudi dan kurban lain apa pun dianggap tidak berarti lagi (Ensiklopedia Nasional Indonesia, hal. 38-39). Kedua belas Rasul yang dipilih Yesus supaya menjadi saksi mata tentang pengajaran, wafat dan kebangkitan-Nya, menerima Roh Kudus untuk mewartakan kabar gembira tentang Yesus, utusan Ilahi, sampai ke ujung bumi. Mereka ditugasi Yesus untuk membabtis dan menghimpun orang yang pada pewartaan mereka dan menggembalakan umat baru. Para rasul diberi tugas dan wewenang khusus oleh Yesus supaya merayakan perjamuan suci. Pengganti para rasul yaitu para uskup dan imam yang dalam gereja katolik disebut presbiter(Yun) atau priest(Ing) dalam bahasa Indonesia diterjemahkan dengan imam, yang arti aslinya adalah pemimpin umat dan ibadat dan bukan pembawa kurban dan pengantara, sebab imam dan pengantara satu-satunya adalah Kristus.

B. Liturgi sebagai Pegangan dan Dasar Calon Imam
Merayakan liturgi berarti melaksanakan tugas imamat Yesus Kristus. Liturgi bukan terbatas hanya pada ritual tetapi seluas lingkungan hidup manausia. Calon imam dituntut untuk memiliki sikap tetap yang didasarkan pada hidup Yesus Kristus oleh karena pembabtisan dan krisma serta senantiasa disuburkan dalam ekaristi. Dengan kata lain, pengalaman hidup calon imam diinspirasi oleh liturgi. Untuk itu, mengikuti ekaristi setiap hari merupakan tugas utama yang harus dijalankan dan tidak boleh diabaikan karena melalui ekaristi, mengalir cinta kasih Kristus yang amat mulia bagi hamba-hambaNya. Liturgi sebagai sumber dan puncak hanya dapat berdaya guna bila liturgi mempunyai hubungan dengan kehidupan nyata sehari-hari (iman, harap dan kasih) sebagaimana telah ditandaskan oleh Konsili Vatikan II: “liturgi sendiri mendorong umat beriman supaya sesudah dipuaskan oleh sakramen-sakramen paskah menjadi sehati dan sejiwa dalam kasih untuk mengamalkan dalam hidup sehari-hari apa yang mereka peroleh dalam iman, (SC 10).
Hendak menjadi seorang imam, calon imam diharapkan memiliki semangat berliturgi yang tinggi atau yang dikenal dengan homo liturgicus, manusia yang merayakan liturgi. Semangat berliturgi merupakan modal utama bagi seorang calon imam karena ia pun kelak menjadi contoh dan teladan bagi Gereja sendiri dalam menemukan Yesus Kristus. Penuntun dan pemberi arah dalam arus liturgi adalah calon imam yang juga memiliki penghayatan liturgi secara mendalam. Calon imam sangat diharapkan untuk dapat mengaplikasikan cara berdoa (liturgi) dengan ajaran resmi gereja dalam kehidupan konkrit. 

C. Calon Imam yang Merayakan dan Menghidupi Liturgi
Liturgi merupakan iman yang dirayakan dan dihidupi. Merayakan dan mengahidupi liturgi sama artinya dengan menghendaki kehendak Allah agar terlaksana di dunia ini. Calon imam merupakan pengganti Kristus yang telah hidup dengan sabdaNya. Kristus hadir di dunia demi menyelamatkan manusia dari kemalangan dan dosa yang selalu menghantui manusia sebagai umatNya. Allah hadir secara nyata dalam diri Yesus untuk membawa manusia pada jalan yang benar. Ketika Yesus meninggalkan dunia, tugas perutusan kemudian di serah-alihkan pada rasul-rasulNya untuk melanjutkannya demi menghidupi rencana penyelamatan Allah. Kini, rasul-rasul itu telah digantikan oleh pera hirarki yang dengan sengaja mau memberi diri untuk menggantikan peran Yesus Kristus secara utuh.
Calon imam adalah calon hirarki yang disiapkan untuk mengambil alih tugas Yesus Kristus sebagai Guru, Imam dan Raja. Mereka ini, oleh orang banyak dianggap memiliki hubungan yang dekat dengan Yesus meskipun sebenarnya kita semualah yang harus dekat dengan Dia. Untuk itu, calon imam harus ditempa dengan berbagai cara agar bisa memiliki sikap  sama seperti Yesus. Misalnya, calon imam dibina di seminari-seminari untuk menambah pengetahuannya dan bukan hanya itu tetapi juga diberi pembinaan mengenai hidup rohaninya. Memang hal ini tidaklah mudah tetapi  itulah yang dituntut sebagai pengikut dan pengganti Kristus. Segala sesuatu sejauh dipandang baik, harus dilaksanakan demi sebuah panggilan yang luhur dan mulia.
Merayakan dan menghidupi liturgi berarti melaksanakan tugas pewartaan Yesus dalam hidup, entah bagi diri sendiri maupun bagi orang lain. Di sini calon imam sudah pasti harus memiliki bekal pengalaman dan pengetahuan berliturgi yang baik.

PENUTUP
Kesimpulan
Sejarah liturgi menunjukkan bahwa liturgi itu harus menjadi ungkapan batin iman yang hidup dari Gereja. Kalau segi batin, yakni iman yang hidup itu baik dan dinamis, maka liturgi yang dirayakan dapat dinamis dan menampakkan dinamika dari apa yang ada di dalam batin. Persoalan mendasar dalam Gereja justru pada iman umat sendiri. Liturgi hanyalah ungkapan iman. Kalau yang diungkapkan dangkal atau bahkan tidak ada, bagaimana uangkapannya menjadi hidup dan menarik? Itu seperti orang yang bekerja tanpa hati. Tanpa hati, apa yang dikerjakan tentulah tanpa rasa, kering, hambar dan ompong.  (M. Purwatma, Pr  dkk. Imam bagi Kaum Kecil, hal. 75-76)
Liturgi selalu merupakan perayaan seluruh Gereja dan bukan kelompok atau individual. Inilah sisi eklesial yang juga penting dan harus diperhatikan. Segi kebersamaan-komunal baik dengan Gereja para rasul dan sepanjang sejarah (diakronis) maupun Gereja semesta atau seluas dunia (sinkronis) merupakan ciri pokok liturgi juga. Liturgi bukanlah selera pribadi, bahkan kalau selera itu sangat tinggi dan bernilai tinggi. Liturgi pertama-tama adalah perayaan bersama seluruh Gereja yang kudus. 
  
DAFTAR PUSTAKA
1. Martasudjita, Emanuel, Pr. 2003. Pengantar Liturgi. Kanisius. Yogyakarta.
2. Purwatma, M., Pr dkk. 2001. Imam bagi Kaum Kecil. Kanisius. Yogyakarta.
3. Majalah: 2008. Liturgi, Sumber dan Puncak. Edisi Maret-April. Komisi Liturgi KWI. Jakarta

Tidak ada komentar:

Posting Komentar