Catatan Kuliah Semester I - Sekolah Tinggi Filsafat Seminari Pineleng, 2009
Mata Kuliah : Pengantar Liturgi
Oleh : Fr. Ignasius Fernatyanan
Oleh : Fr. Ignasius Fernatyanan
Dosen Pembimbing: Pst. P. Pitoy, MSC
PENGANTAR
Dunia sekarang dikenal
dengan dunia hitam atau dunia mejik. Berbagai macam hal dapat dilakukan orang
agar dapat memperoleh kesuksesan dan keberhasilan, salah satu cara yang orang
bisa tempuh yakni melalui dunia hitam itu. Pengetahuan mereka tentang hal itu
sangatlah cukup tetapi mereka tidak sadar bahwa mereka mengalami kekeringan
dalam iman, di mana mereka telah meninggalkan Tuhan padahal mereka sendiri
memiliki kepercayaan terhadap Tuhan. Bagi Gereja dan calon imam, hal itu
haruslah tidak menjadi perhatian dalam hidup menggereja. Sumber kesuksesan dan
keberhasilan adalah dari Tuhan sendiri sebagai pemberi segalanya.
Dalam
tulisan singkat ini akan dibahas mengenai peran liturgi dalam kaitannya dengan
umat beriman dan calon imam. Pada bagian pendahuluan akan dilihat mengenai
masalah pokok orang berimam dalam menjalin hubungan dengan Allah. Berikutnya
akan dibahas secara singkat tentang arti dan sejarah singkat liturgi yang
merupakan jalan untuk bertemu dengan Tuhan. Kemudian dilanjutkan dengan melihat
sedikit tentang calon imam yang merupakan calon pemimpin juga bagi umat
beriman. Semoga pembaca merasa senang dengan membaca tulisan ini dan boleh
memaknai serta merenungkannya. Selamat membaca!
PENDAHULUAN
Satu hal yang
dapat membantu umat beriman untuk selalu dekat dengan Tuhan adalah liturgi.
Liturgi merupakan sumber dan puncak dari kehidupan umat bariman dalam usaha
untuk menemukan Yesus Kristus. Melalui liturgi, kerinduan untuk berjumpa dengan
Tuhan sangatlah mudah untuk terlaksana. Gereja dan calon imam perlu untuk
menghayati liturgi secara lebih mendalam sebab itulah yang merupakan ciri khas
dan eksistensi dari umat beriman. Umat beriman tanpa liturgi adalah kosong,
jadi hal ini perlu untuk dimaknai dan dilaksanakan dalam kehidupan nyata. Dalam
hal ini, diberikan sedikit gambaran
mengenai liturgi itu sendiri dalam kaitannya dengan umat beriman dan calon imam
yang menjadi pelaksana liturgi.
Yang menjadi
pokok permasalahan dalam liturgi pada saat ini yakni, semakin memudarnya
semangat penghayatan liturgi dari Gereja dan calon imam. Umat beriman dan calon
imam kurang memahami apa sesungguhnya dan hakekat perayaan liturgi di dalam
Gereja. Sekarang ini, umat beriman sendiri sudah agak menepi dari kegiatan
liturgi dalam gereja. Padahal jika dibandingkan, kegiatan liturgi sangat
membantu kita untuk menemukan arti hidup yang sebenarnya. Gereja sendiri seakan
mulai meninggalkan Tuhan dalam segala hal teristimewa dalam liturgi.
BAB
I : ARTI DAN
SEJARAH LITURGI DALAM GEREJA
A. Pengertian
Liturgi
1. Arti dan sejarah istilah liturgi
Kata
liturgi berasal dari bahasa Yunani leitourgia.
Kata leitourgia terbentuk dari
akar kata ergon, yang berarti ‘karya’, dan leitos, yang merupakan kata sifat untuk
kata benda laos (=bangsa). Secara harafiah, leitourgia berarti ‘kerja’ atau
‘pelayanan yang dibaktikan bagi kepentingan bangsa’. Dalam masyarakat Yunani
kuno, kata leitourgia dimaksudkan
untuk menunjuk kerja bakti atau kerja pelayanan yang tidak dibayar, iuran atau
sumbangan dari warga masyarakat yang kaya dan pajak untuk masyarakat atau
negara. Dengan begitu menurut asal-usulnya, istilah leitourgia memiliki arti profan-politis dan bukan arti kultis
sebagaimana biasa kita pahami sekarang ini. Sejak abad ke-4 sM, pemakaian leitourgia diperluas, yakni untuk
menyebut berbagai macam karya penyelamatan. (Emanuel Martasudjita Pr. Pengantar Liturgi, hal. 18)
2.
Pengertian liturgi zaman ini
a.
Pandangan
populer
mengenai liturgi
Di
kalangan umat dan bahkan biarawan dan biarawati serta calon imam, ‘liturgi’
seringkali dipahami sebagai upacara atau ibadat publik Gereja. Kalau berbicara
mengenai liturgi, orang akan langsung berpikir tentang urutan upacara, para
petugas, peralatan yang harus ada dan sebagainya. Pandangan makna liturgi
seperti itu rupanya kini masih populer dan masih banyak dianut, sadar atau
tidak sadar, oleh hampir semua lapisan umat beriman. Dengan kata lain, ada
kecenderungan umum untuk melihat liturgi hanya dari segi-segi luarnya yang
walaupun penting juga namun belum menyentuh makna dan hakekat liturgi yang
sesungguhnya.
b.
Liturgi
menurut Vatikan II
Alangkah baiknya kita juga melihat
pengertian liturgi yang sewajarnya menurut Vatikan II yang dituangkan dalam
Konstitusi Liturginya, Sacrosanctum
Concilium. Hasil ini dipikirkan
dan direfleksikan selama bertahun-tahun
oleh bapa-bapa Gereja yang menguras tenaga dan pada akhirnya merumuskannya
dengan baik. ‘Dalam
Sacrosanctum Concilium, liturgi
dipandang sebagai pelaksanaan tugas imamat Yesus Kristus’. (Emanuel Martasudjita, Pr. Pengantar Liturgi, hal.
24-26).
Secara sederhana hendak mengatakan bahwa segala sesuatu yang telah dilaksanakan
oleh Yesus mesti dipraktekkan oleh umat beriman. Tugas imamat Yesus Kristus
adalah mewartakan sabda Allah bagi umat manusia demi satu keselamatan kekal di
surga. Hal ini perlu untuk ditumbuh-kembangkan dan dihayati oleh mereka yang
secara sadar mengikutiNya. Inilah yang secara umum dimaksudkan dengan liturgi,
merayakan dan melaksanakan apa yang diajarkan oleh Yesus Kristus sejak dua ribu
tahun yang lalu. Dengan ini, Sacrosanctum
Concilium hendak mengatakan bahwa liturgi sewajarnya adalah tindakan merayakan
tugas imamat Yesus Kristus oleh Tubuh Mistik Kristus yakni umat beriman dengan
Yesus sebagai kepala.
B. Teologi Liturgi
Rumusan “iman Gereja akan misteri penyelamatan
Allah” merupakan
tanggapan atas tindakan penyelamatan Allah. Dengan demikian, liturgi merupakan
suatu dialog keselamatan
antara Allah dan manusia. Secara teologis, liturgi merupakan tindakan
penyelamatan dari Allah sendiri bagi umatNya dan penyelamatan itu dilaksanakan
oleh PuteraNya Yesus Kristus dalam persekutuan dengan Roh Kudus. Hal ini
berarti, liturgi merupakan tempat perjumpaan antara Allah dan manusia melalui
Yesus Kristus yang dalam perjumpaan itu terjadi penyelamatan oleh Allah
terhadap manusia. Proses penyelamatan yang ditawarkan dan dilaksanakan oleh
Allah itu dikerjakan bersama-sama dalam ke-Trinitasan Allah, yakni Bapa, Putera
dan Roh Kudus sekaligus. Yang dilakukan
oleh Putera terhadap Gereja adalah yang dikehendaki oleh Bapa dan terjadi dalam
campur tangan Roh Kudus pula. Dengan demikian, Bapa dipermuliakan dalam
Kristus. (Emanuel Martasudjita,
Pr. Pengantar Liturgi, hal.
27-28)
Di dalam diri Allah ada relasi komunikasi antara
Bapa, Putera dan Roh Kudus. Dalam Trinitas ini diwahyukan sejarah keselamatan
manusia dan keselamatan itu telah dikerjakan sejak dunia dijadikan dan puncak
keselamatannya pada pemenuhan janji akan kedatangan Kristus Sang Anak Domba
Allah di dunia ini. Allah sendiri bekerja untuk menyelamatkan manusia karena
Ia tahu bahwa manusia adalah karya ciptaanNya. Karena penyelamatan itu, Gereja
perlu untuk meluhurkan dan memuliakan Allah di sepanjang hidupnya. Allah
menguduskan manusia dan manusia menanggapinya dengan memujiNya. Inilah yang
disebut dengan tindakan Sanctificatio
dan Glorificatio. Pengudusan dari
pihak Allah sedangkan tindakan memuliakan dari pihak manusia.
C. Spiritualitas Liturgi
Liturgi sebenarnya adalah perayaan ‘bersama’(banyak orang) demi ‘kepentingan bersama’ atau untuk ‘kepentingan umum’. Paham ini jelas
berdasarkan makna asli kata liturgi dalam bahasa Yunani: leitourgia
(=kerja
bakti) yang terbentuk dari kata leitos
(=berkaitan dengan banyak orang ) dan ergon (=kegiatan).
Berarti liturgi dirayakan sedemikian rupa sehingga anggota-anggota persekutuan
atau para peraya menyadari sungguh-sungguh peran umum dan khusus dalam perayaan
demi kepentingan banyak orang, termasuk orang-orang yang sama sekali tidak
dikenal, demi kepentingan kerajaan Allah atau demi rencana dan karya Allah
untuk keselamatan banyak orang. Inilah yang kita sebut semangat hidup liturgis,
semangat karena menyadari tugas dan tanggungjawab pribadi demi kepentingan
banyak orang, semangat saling melayani, saling mendukung dan menghargai peran
khusus demi kebersamaan, semangat hidup altruistis. (Majalah: Liturgi, Sumber dan Puncak. Edisi Maret-April 2008). Semangat ini diusahakan dengan sadar dan
sengaja, tidak hanya di dalam perayaan liturgi tetapi juga dalam setiap
kegiatan di tengah Gereja. Di sini hendak ditekankan tentang buah-buah dalam
berliturgi dan layak untuk dipraktekkan dalam kehidupan nyata. Menimba sesuatu
yang baik dari liturgi adalah hal yang dibutuhkan dan sangat diharapkan dalam
membangun relasi yang baik antar sesama umat beriman dan terlebih Yesus
Kristus.
Liturgi digunakan untuk menyebut salah satu
dimensi kehidupan Gereja karena Gereja adalah tanda dan sarana persatuan mesra
antara manusia dengan Allah dan kesatuan umat manusia. dengan berliturgi,
Gereja mengambil bagian dalam tugas Kristus sebagai imam karena Ia adalah yang
kudus dari Allah. Istilah spiritualitas digunakan untuk menyebut suatu gaya
hidup seseorang atau Gereja yang kudus karena berelasi dengan yang kudus.
Semangat untuk berliturgi pertama-tama untuk menunjukan ciri khas umat beriman
bahwa dalam menjalani hidup ini tidak pernah Gereja terlepas dari tindakan penyelamatan dan
bimbingan Allah dalam Kristus. Merayakan tugas imamat Kristus dalam hidup
Gereja mengandung arti bahwa Gereja telah memberi diri untuk bergabung dalam
karya penyelamatan Allah itu.
BAB II : REFLEKSI
LITURGI DALAM LINGKUP KAUM BERJUBAH (CALON
IMAM)
A. Pengertian Calon Imam
Calon imam adalah mereka yang dipersiapkan secara
khusus untuk
menjadi seorang imam. Imam dari kata Arab yang berarti pemimpin ibadat dan atau
umat. Perjanjian Baru menggunakan kata imam hanya untuk imam Yahudi dan Kristus
sebagai Imam Agung. Kristus menyelesaikan imamat dan segala kurban Perjanjian
Lama dengan mengurbankan diri di kayu salib. Kurban ini memadai untuk segala
zaman, sehingga kurban sembelihan Yahudi dan kurban lain apa pun dianggap tidak
berarti lagi (Ensiklopedia
Nasional Indonesia, hal. 38-39). Kedua belas Rasul yang dipilih Yesus supaya
menjadi saksi mata tentang pengajaran, wafat dan kebangkitan-Nya, menerima Roh
Kudus untuk mewartakan kabar gembira tentang Yesus, utusan Ilahi, sampai ke
ujung bumi. Mereka ditugasi Yesus untuk membabtis dan menghimpun orang yang
pada pewartaan mereka dan menggembalakan umat baru. Para rasul diberi tugas dan
wewenang khusus oleh Yesus supaya merayakan
perjamuan suci. Pengganti para rasul yaitu para uskup dan imam yang dalam
gereja katolik disebut presbiter(Yun)
atau priest(Ing) dalam bahasa
Indonesia diterjemahkan dengan imam, yang arti aslinya adalah pemimpin umat dan
ibadat dan bukan pembawa kurban dan pengantara, sebab imam dan pengantara
satu-satunya adalah Kristus.
B. Liturgi sebagai Pegangan dan Dasar Calon Imam
Merayakan liturgi berarti melaksanakan tugas
imamat Yesus Kristus. Liturgi bukan terbatas hanya pada ritual tetapi seluas
lingkungan hidup manausia. Calon imam dituntut untuk memiliki sikap tetap yang
didasarkan pada hidup Yesus Kristus oleh karena pembabtisan dan krisma serta
senantiasa disuburkan dalam ekaristi. Dengan kata lain, pengalaman hidup calon
imam diinspirasi oleh liturgi. Untuk itu, mengikuti ekaristi setiap hari
merupakan tugas utama yang harus dijalankan dan tidak boleh diabaikan karena
melalui ekaristi, mengalir cinta kasih Kristus yang amat mulia bagi
hamba-hambaNya. Liturgi sebagai sumber dan puncak hanya dapat berdaya guna bila
liturgi mempunyai hubungan dengan kehidupan nyata sehari-hari
(iman,
harap dan kasih) sebagaimana telah ditandaskan oleh Konsili Vatikan II:
“liturgi sendiri mendorong umat beriman supaya sesudah dipuaskan oleh
sakramen-sakramen paskah menjadi sehati dan sejiwa dalam kasih untuk
mengamalkan dalam hidup sehari-hari apa yang mereka peroleh dalam iman, (SC 10).
Hendak menjadi seorang imam, calon imam diharapkan
memiliki semangat berliturgi yang tinggi atau yang dikenal dengan homo liturgicus, manusia yang merayakan
liturgi. Semangat berliturgi merupakan modal utama bagi seorang calon imam
karena ia pun kelak menjadi contoh dan teladan bagi Gereja sendiri dalam
menemukan Yesus Kristus. Penuntun dan pemberi arah dalam arus liturgi adalah
calon imam yang juga memiliki penghayatan liturgi secara mendalam. Calon imam
sangat diharapkan untuk dapat mengaplikasikan cara berdoa (liturgi) dengan
ajaran resmi gereja dalam kehidupan konkrit.
C. Calon Imam yang Merayakan
dan Menghidupi Liturgi
Liturgi merupakan iman yang dirayakan dan
dihidupi. Merayakan dan mengahidupi liturgi sama artinya dengan menghendaki
kehendak Allah agar terlaksana di dunia ini. Calon imam merupakan pengganti
Kristus yang telah hidup dengan sabdaNya. Kristus hadir di dunia demi
menyelamatkan manusia dari kemalangan dan dosa yang selalu menghantui manusia
sebagai umatNya. Allah hadir secara nyata dalam diri Yesus untuk membawa
manusia pada jalan yang benar. Ketika Yesus ‘meninggalkan’ dunia, tugas perutusan
kemudian di serah-alihkan pada rasul-rasulNya untuk melanjutkannya demi
menghidupi rencana penyelamatan Allah. Kini, rasul-rasul itu telah digantikan
oleh pera hirarki yang dengan sengaja mau memberi diri untuk menggantikan peran
Yesus Kristus secara utuh.
Calon imam adalah calon hirarki yang disiapkan
untuk mengambil alih tugas Yesus Kristus sebagai Guru, Imam dan Raja. Mereka
ini, oleh orang banyak dianggap memiliki hubungan yang dekat dengan Yesus
meskipun sebenarnya kita semualah yang harus dekat dengan Dia. Untuk itu, calon
imam harus ditempa dengan berbagai cara agar bisa memiliki sikap sama seperti Yesus.
Misalnya, calon imam dibina di seminari-seminari untuk menambah pengetahuannya
dan bukan hanya itu tetapi juga diberi pembinaan mengenai hidup rohaninya. Memang hal ini tidaklah
mudah tetapi itulah yang dituntut
sebagai pengikut dan pengganti Kristus. Segala sesuatu sejauh dipandang baik, harus
dilaksanakan demi sebuah panggilan yang luhur dan mulia.
Merayakan dan menghidupi liturgi berarti
melaksanakan tugas pewartaan Yesus dalam hidup, entah bagi diri sendiri maupun bagi orang lain. Di sini
calon imam sudah pasti harus memiliki bekal pengalaman dan pengetahuan
berliturgi yang baik.
PENUTUP
Kesimpulan
‘Sejarah
liturgi menunjukkan
bahwa liturgi itu harus menjadi ungkapan batin iman yang hidup dari Gereja.
Kalau segi batin, yakni iman yang hidup itu baik dan dinamis, maka liturgi yang dirayakan
dapat dinamis dan menampakkan dinamika dari apa yang ada di dalam batin. Persoalan
mendasar dalam Gereja
justru pada iman umat sendiri.
Liturgi hanyalah ungkapan iman. Kalau yang diungkapkan dangkal atau bahkan
tidak ada, bagaimana
uangkapannya menjadi hidup dan menarik? Itu seperti orang yang bekerja tanpa hati.
Tanpa hati, apa yang dikerjakan tentulah tanpa rasa, kering, hambar dan ompong’. (M. Purwatma, Pr
dkk. Imam bagi Kaum Kecil, hal. 75-76)
Liturgi selalu merupakan perayaan seluruh Gereja
dan bukan kelompok atau individual. Inilah sisi eklesial yang juga penting dan
harus diperhatikan. Segi kebersamaan-komunal baik dengan Gereja para rasul dan
sepanjang sejarah (diakronis) maupun Gereja semesta atau seluas dunia
(sinkronis) merupakan ciri pokok liturgi juga. Liturgi bukanlah selera pribadi,
bahkan kalau selera itu sangat tinggi dan bernilai tinggi. Liturgi pertama-tama
adalah perayaan bersama seluruh Gereja yang kudus.
DAFTAR PUSTAKA
1. Martasudjita, Emanuel, Pr. 2003. Pengantar Liturgi. Kanisius. Yogyakarta.
2. Purwatma, M., Pr dkk. 2001. Imam bagi Kaum Kecil. Kanisius. Yogyakarta.
3. Majalah: 2008. Liturgi,
Sumber dan Puncak. Edisi Maret-April. Komisi Liturgi KWI. Jakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar