Saya ingat betul satu rentetan kata-kata seorang filsuf (lupa namanya) mengenai cinta dan benci yang berbunyi, “Pada awalnya adalah cinta, cinta itu kemudian dirasuki oleh benci, benci menguasai cinta, kemudian cinta merasuki kembali, lalu benci dikalahkan dan cinta kembali menguasai.” Kata-kata ini membuat hatiku terusik saat pengalaman pun memberi pengaruhnya.
Dalam
pengalaman, tidak sedikit orang yang memandang salah akan hadirnya cinta. Kata mereka,
cinta itu terlarang, dan kata mereka pula cinta itu harus dimusnahkan demi egoisme.
Mereka tak membicarakan hal itu melelui mulut, namun keluar lewat tindakan. Untung
saja masih ada sebagian orang yang memandang penting akan cinta itu. Bahwa cinta
itu memang harus ada.
Untuk
kalangan remaja atau orang yang sedang menggeluti tahapan awal cinta mereka,
cinta itu seperti “barang” spesial yang tak boleh diganggu, apa lagi
dihilangkan. Bagi mereka itu, cinta adalah segalanya. Akan tetapi, bagi orang
yang sungguh mendalami arti cinta itu, cinta tak hanya sebatas permainan
kata-kata dan pikiran, melainkan merupakan sumber pertama dari hidup.
Jika
demikian, cinta seorang yang sedang jatuh cinta dan cinta seorang yang
memandang lebih cinta itu adalah sama. Kesamaannya terletak dalam maknanya. Perbedaannya
ditentukan dari tujuan dari cinta itu sendiri. Apa saya mencintai untuk
memiliki selamanya atau apa saya mencintai untuk mempertahankan relasi
persahabatan, persaudaraan dan relasi sebagai manusia.
Tentu
saja tujuan cinta yang pertama tak boleh dilewatkan begitu saja karena juga
merupakan pembangun hidup. Namun, cinta yang kedua memiliki arti yang lebih
dalam dari yang pertama itu. Saya mencintai dan pada akhirnya tidak memiliki
itu tidak membuat rusak dunia kok. Malahan, cinta yang mendatangkan kerukunan
lebih memantapkan daripada cinta yang memiliki.
Jadi,
seandainya cinta yang merukunkan, yang memiliki arti yang luas itu seharusnya
dipertahankan oleh semua orang. Ia tidak boleh digantikan dengan benci, sebab
kebencian itulah yang merusak. Terpujilah Tuhan yang telah memberikan cinta itu
kepadaku. Aku cinta cintaMu, Tuhan, tapi aku benci kebencian. Semoga cinta ini
terus dipelihara atas nama cinta itu sendiri, yakni Tuhan.
Itu
berarti, cinta tak mungkin berhenti kan?
_Kaki
Bantik Pineleng*
tp yg saya tau cinta bukan lawan kata benci , krn klo tdk mencintai tdk otomatis membenci tp, mengabaikan...
BalasHapusYa, itu benar. Saya hanya "bertolak" dari kata-kata sang filsuf di atas. Terima kasih...
Hapus