Mereka yang mengelu-elukan Dia saat masuk melalui pintu gerbang
Yerusalem kini harus tertunduk dan tersipu malu karena Raja itu disalibkan. Suara
“salibkanlah Dia” nampaknya lebih besar bunyinya dari pada elu-eluan di muka
pintu gerbang Yerusalem. Terlepas dari itu, Dia tetaplah Raja yang datang untuk
manusia yang berdosa di hadapanNya. Dia tetaplah pelayan yang setia, rela mati
di salib demi keselamatan banyak orang. Bukankah itu pekerjaan Allah? Ya, tentu
saja.
Mataku tertuju pada keledai bisu yang membawa Dia masuk ke Yerusalem
itu. Jalan yang berliku-liku itu ternyata dapat dilaluinya demi sang Raja
Damai. Keledai itu laksana domba yang dibawa ke tempat pembantaian. Ia tidak
membuka mulutnya meski akan dikorbankan. Ia tetap berada pada jalannya demi Dia
yang akan dielu-elukan itu. Pekerjaannya tuntas karena ia bisa sampai ke depan
pintu gerbang itu. Ia memikul Anak Manusia yang datang dari Allah untuk dan
demi manusia.
Aku tertegun memandang keledai itu. Mengapa? Karena ia begitu kuat. Karena
ia begitu setia. Karena ia begitu rela memikul Raja dunia. Oh… Aku ingin
seperti keledai itu. Tidak bersuara, tidak mengeluh, namun tetap setia kepada
Tuhan yang duduk di pundaknya. Ia tahu bahwa yang di atas pundaknya adalah sang
Raja damai. Ia tahu bahwa Dia yang di atas pundaknya itu adalah Anak Allah. Itu
sebabnya, ia tidak menolak waktu ditarik dari tempatnya dan dibawa kepada
Tuhan.
Aku berharap di masa yang akan datang, rela memanggul Dia dalam setiap
pekerjaanku. Aku ingin memuliakan Dia dalam setiap derap langkah kakiku. Aku ingin
membawaNya dalam keseharian hidupku. Itu sebabnya, aku ingin mengenal Dia
terlebih dahulu supaya apabila aku ditarik dari tempatku, aku tidak protes,
mengeluh, namun setia kepadaNya. Tuhan terlebih dahulu setia kepadku, karena
itu aku ingin setia kepadaNya juga. Aku ingin meninggalkan yang jahat demi
kebaikan.
@Kaki Bantik Pineleng
Tidak ada komentar:
Posting Komentar