Apa yang dilakukan Yesus pada perjamuan malam terakhir, kini menjadi
nyata dan terwujud dalam sengsaraNya. Ia menyerahkan Tubuh dan DarahNya secara
lebih koknkrit, tanpa tersembunyi sedikit pun. Ekaristi kini terwujud. Pemberian
diri Yesus dalam ekaristi kini dilaluiNya dalam sengsara dan wafatNya. Ia memberikan
diriNya seutuhnya untuk memanggul salib yang adalah dosa dan kesalahan manusia.
Semua itu Ia tebus dengan memanggul salib ke Golgota dan wafat.
Sengsara dan wafatNya adalah wujud ekaristi yang nyata, riil, konkrit
dan menyelamatkan. Perjamuan malam terakhir itu kini dibuktikan Yesus. Ia berkorban
bagi banyak orang. Bagaikan anak domba yang dibawa ke tempat pembantaian. Ia tidak
membuka mulutnya tapi membiarkan dirinya untuk dikorbankan demi keselamatan
orang yang mebawanya. Begitulah Yesus. Ia tidak membuka mulutNya ketika salib
yang berat ditimpakan kepadaNya. Malahan, Ia menerimanya dan memikul salib itu.
Rasanya sangat berat ketika melihat Yesus memanggul salib seorang diri.
Jalannya menanjak, jauh dan melelahkan. Berapa lama lagi manusia harus tinggal
di dalam dosa? Sampai kapankah manusia mau melupakan dosanya? Yesus kini
menderita karena dosa-dosa itu. Yesus rela wafat karena dosa-dosa itu. Maukah manusia
menjadi seperti Maria yang menemani jalan salib Tuhan? Maukah manusia
menolongNya seperti Simon? Maukah manusia menjadi seperti Veronika?
Entahlah, Yesus tetap memanggul salib kehinaan itu dengan setia, tanpa
menyerah dan mengeluh. Ia melakukan itu demi manusia yang bedosa. Ia mati, mati
untuk dosa manusia dan manusia dibebaskan dari dosa-dosanya. Seharusnya manusia
sadar akan penderitaan dan wafat Yesus itu. Seharusnya manusia tak membiarkan
dosa menjadi bagian dari hidupnya. Seharusnya manusia tidak menimpakan
kesalahan dan tuduhan terhadap Anak Allah.
“Barang siapa yang mau mengikuti Aku, ia harus memikul salibnya dan
mengikuti aku.” Yesus meminta kita untuk turut memanggul salib kita
masing-masing. Tidak boleh ada kemalasan dan tidak boleh ada keluh kesah saat
memanggul salib. Salib bagi kita adalah kemenangan, tanda Yesus menyelamatkan
kita. Karena itu, siapa yang setia memanggul salibnya ia memperoleh tempat di
surga. Itulah syarat bagi kita untuk mengikuti Yesus. Belajarlah untuk memikul
salib itu.
Salib memang berat, tapi apabila dipikul dengan sabar, maka kita akan
sampai pada garis akhir yang membahagiakan. Di garis akhir itu, Yesus sudah
berdiri dan akan mengucapkan selamat kepada kita dan mempersilahkan kita untuk
menikmati kebahagiaan bersamaNya. Semoga kita mau menimba semangat Yesus yang
rela memanggul salib yang berat itu. Mari kita berdoa agar kita tetap bertahan
dalam mengasihi sesama, menolong yang menderita, dan melayani orang lain.
Sengsara Kristus adalah sengsara kita juga. Wafat Kristus adalah wafat
kita juga. Kristus menderita sengsara bagi kita, dan wafat bagi kita. Percaya kepada
Kristus adalah jalan satu-satunya menuju rumah Bapa yang mulia. Jalan Kristus
adalah jalan salib yang menyelamatkan, bukan membinasakan. Semoga kita rela
menderita sengsara dan wafat demi kebenaran yang dikehendaki Allah. Kematian Kristus
adalah senjata ampuh bagi kita untuk memperoleh janjiNya, yakni kehidupan
kekal.
@Tempok nan Indah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar