(Keb. 2:12.17-20, Yak. 3:16-4:3, Mrk. 9:30-37)
Suatu kabar yang sebenarnya cukup
mengejutkan bagi pengikut Yesus, terutama para murid waktu itu, bahwa Yesus
akan diserahkan ke dalam tangan manusia, dan mereka akan membunuh-Nya.
Sayangnya, para murid sendiri tidak mengerti kabar itu, mereka pun tak
menanyakannya kepada Yesus. Baru saja Yesus dimuliakan oleh Bapa-Nya di atas
gunung, toh pada akhirnya Ia diserahkan juga ke dalam tangan manusia untuk
disiksa, disalibkan dan dibunuh. Sudah begitu, para murid malah bertengkar
tentang siapa yang terbesar di antara mereka.
Di dalam pembaptisan suci, Anda dan
saya, dibawa dan disatukan di dalam Yesus. Anda dan saya percaya bahwa ketika
dibaptis, kita menerima penghapusan dosa berkat sengsara, wafat dan kebangkitan
Yesus. Yesus menyelamatkan kita dengan diri-Nya sendiri, dengan pengorbanan-Nya
dan dengan kasih-Nya yang tanpa batas.
Di tengah perjalanan, para murid
mempersoalkan siapa yang terbesar di antara mereka. Mungkin saja mereka saling
menunjuk diri sebagai pemimpin melebihi teman-teman yang lain. Tetapi saat tiba
di Kapernaum, Yesus bertanya kepada mereka: “Apa yang kamu perbincangkan tadi
di jalan?” Mereka hanya diam membisu, tak bisa menjawab pertanyaan Yesus. Yesus
tahu apa yang mereka perbincangkan saat berada di tengah jalan. Yesus memahami
dan masuk ke dalam persoalan yang mereka perbincangkan itu lalu membuka pola
pikir dan pola tindak para murid-Nya. “Jika kamu ingin menjadi yang terdahulu,
yang terbesar, hendaklah kamu menjadi yang terakhir, yang terkecil dari
semuanya dan menjadi pelayan dari semuanya.” Servus Servorum Dei, menjadi pelayan dari semua pelayan Tuhan,
hamba dari para hamba Allah.
Model pemimpin dewasa ini diukur
justru berdasarkan uang, kekayaan, materi, kepintaran, status, jabatan,
kedudukan, kehormatan, kekuasaan dan seterusnya. Sama sekali bukan semua itu
ukurannya.
Saudara-saudari terkasih dalam Yesus
Kristus, konon Paus Fransiskus ini pernah melayani seorang Swiss Guard yang bertugas menjaga keamanan di depan apartamennya, Casa Santa Marta.
Paus membawakan dan menawarkan sebuah kursi untuk penjaga itu dan membuatnya sandwich berisikan selai. Ini hanyalah
satu contoh kecil tentang bagaimana seorang pemimpin (Gereja), yaitu Paus,
melayani “bawahannya” sendiri. Meski kecil, namun perbuatan ini memiliki makna
yang sangat luar biasa besar. Yesus pun tidak segan bergaul dengan anak kecil
yang pada waktu itu tidak diperhitungkan sama sekali. Kerendahan
hati Yesus (juga Paus Fransiskus), mengalahkan segalanya dan menjadikan-Nya
sebagai pemimpin yang sejati. Yesus mengosongkan diri-Nya, merendahkan hati-Nya
dan wafat demi keselamatan semua orang.
Saat ini, Anda dan saya adalah
pemimpin itu, sama seperti Yesus. Namun pemimpin yang mengalahkan dirinya
sendiri seperti perkataan Rasul Yakobus: “di
mana ada iri hati dan mementingkan diri sendiri, di situ ada kekacauan dan
segala perbuatan jahat.” Anda dan saya mempunyai hikmat dari Allah untuk menjadi
pemimpin dalam hidup ini, tetapi Rasul Yakobus mengingatkan kita bahwa “hikmat yang dari atas itu pertama-tama
murni, selanjutnya pendamai, peramah, penurut, penuh belas kasihan dan
buah-buah yang baik, tidak memihak dan tidak munafik.”
Mari belajar dari Yesus! Yesus telah
merendahkan hati-Nya, melayani kita, menebus dosa-dosa kita, dan menyelamatkan
kita. Dengan rendah hati dan semangat pengorbanan, kita melayani orang lain
dengan diri kita sendiri supaya keluarga, seminari, masyarakat, negara dan dunia
menerima Allah demi nama Kristus Yesus, Tuhan kita, sang Pemimpin dan Pelayan
sejati.
*viva
condios *
Tidak ada komentar:
Posting Komentar