7 Oktober 2012

Memandang kepada ‘Yang Lain’



Gal 1:6-12; Mzm 111:1-2,7-8,9,10c; Luk 10:25-37

Emanuel Levinas adalah seorang filsuf berkebangsaan Perancis yang pernah merasakan sengsara dan penderitaan serta ditawan oleh bangsa Jerman dalam sejarah kejahatan Jerman. Bukan saja dia, tetapi orang lain pun yang bukan warga Jerman ditahan dan ditindas habis-habisan. Situasi seperti itu membuat Levinas ‘bangun’ dan membuka cakrawala berpikir manusia supaya tidak menindas sesamanya lagi. Bagi Levinas, “yang lain” adalah sesama, maka tidak baiklah kita berbuat yang tidak sewenang-wenang terhadapnya. Di sini, Levinas mengemukakan sebuah teori dan pemahaman baru bahwa yang patut kita lakukan dalam hidup adalah selalu memandang kepada yang lain. Memandang kepada yang lain berarti menemukan diri kita sendiri dalam diri mereka. Memandang kepada yang lain berarti eksistensi manusia terpenuhi secara sempurna. Maka makna eksistensi manusia selalu ada dalam relasi; relasi persaudaraan, relasi kasih sayang dan relasi perdamaian, bukan penindasan, penghinaan dan kekerasan.

Hari ini, Tuhan Yesus menunjukkan hal itu kepada seorang ahli Taurat yang datang kepada-Nya. “Siapakah sesamaku?” Sebuah pertanyaan yang hendak menggarisbawahi arti dan makna dari hidup manusia. Dua orang pertama yang berjumpa dengan seorang yang sedang tergeletak di tengah jalan karena dipukul orang lain boleh saja tidak memandangnya dan bejalan terus. Tapi, berbeda dengan orang Samaria yang datang dan tergerak oleh belas kasihan lalu menolong orang itu. Bagi orang Samaria itu, orang yang tergelatak itu adalah sesamanya, maka ia perlu ditolong, dirawat, dan dihidupkan, bukan membiarkannya atau melangkahinya begitu saja. Meski dikucilkan oleh orang-orang Yahudi karena perkawinan campur dengan bangsa lain, orang Samaria itu justru memperlihatkan sebuah penghayatan hidup yang sungguh bermakna, yakni memandang kepada yang lain. Ia melakukan itu bukan terutama sebagai suatu kebetulan, tetapi karena perbuatan itu pada dirinya adalah baik, dan benar di hadapan Allah dan sesama.

Penderitaan orang lain kadang menjadi sesuatu yang amat biasa bagi kita namun sulit kita tangani. Tangan kita tidak terbiasa untuk menyodorkan selembar uang atau sesuap nasi atau segelas air bagi mereka yang membutuhkannya. Malah sebaliknya, tangan itu dilipatkan pada dada kita sambil menertawakan penderitaan orang lain. Kita juga tidak terbiasa untuk menangis bersama mereka yang setiap hari menangis karena kebutuhan hidup yang tidak mencukupi. Semua ini ada di sekitar kita namun bukan menjadi pusat perhatian kita sendiri. Hari ini, sebagai orang beriman kristiani, Tuhan Yesus mengajarkan kepada kita untuk membuka hati dan mata kita agar selalu memandang kepada yang lain, yang menderita, yang sakit dan bersengsara. Orang rajin masuk gereja dan beribadah dan mengikuti ekaristi setiap hari Minggu tetapi setelah itu hidup tidak dalam semangat ekaristi. Sesungguhnya, ekaristi adalah perayaan yang memabagi-bagikan Tubuh dan Darah Tuhan Yesus, maka kita juga, sebagai anggota Tubuh Kristus dituntut untuk memabagikan rahmat yang sama kepada orang lain. Kita dituntut untuk menampilkan kebaikan dan kebenaran dengan memandang kepada yang lain, yang juga hidup di sekitar kita dan sedang menderita sengsara. Semua ini dapat kita lakukan kalau kita sendiri setiap hari mengasihi Tuhan Allah dengan segenap hati, jiwa, kekuatan, dan akal budi kita.

Tuhan, bantulah kami agar dapat melihat yang lain sebagai sesama kami...!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar